Dorong Perempuan Jateng Berdaya

25 November 2019
ikp

SEMARANG – Pernah melihat video Gubernur Ganjar Pranowo tengah menyetrika baju yang diunggah isterinya Atikoh Ganjar Pranowo di media sosial? Apa yang Anda pikirkan? Apakah sama dengan kebanyakan warganet yang justru menyalahkan Atikoh karena membiarkan suaminya melakukan tugas domestik?

Stigma masyarakat yang menempatkan urusan domestik sebagai tanggung jawab penuh wanita, diulas Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Atikoh Ganjar Pranowo, saat diwawancarai wartawan usai Pembukaan Kongres Perempuan Jawa Tengah Pertama, di Hotel UTC, Senin (25/11/2019). Diakui, video Ganjar saat menyetrika sengaja diunggah untuk menyampaikan pesan jika tugas domestik bisa dilakukan bersama-sama. Yang membedakan hanya perempuan bisa melahirkan dan menyusui, sementara laki-laki tidak.

“Tapi apa yang terjadi? Ketika saya ingin meng-upload Mas Ganjar lagi setrika, ternyata banyak orang yang menganggap itu kesalahan saya, mengapa istrinya tidak menyetrikakan,” ungkapnya.

Tak hanya hak memperoleh kesempatan semacam itu, menurut Atikoh, masih banyak persoalan lain yang dihadapi. Pada aspek ekonomi, terutama di perusahaan swasta, perempuan dan laki-laki yang berada pada posisi yang sama belum tentu mendapat upah yang sama. Begitu pula dengan bidang pendidikan, pada keluarga dengan sumberdaya keuangan terbatas yang memiliki dua atau tiga anak, meski anak perempuannya lebih pintar, biasanya yang diberi kesempatan pertama untuk melanjutkan pendidikan adalah anak laki-laki.

Ibu satu anak itu berpendapat, perempuan khususnya di Jawa Tengah, mesti berdaya. Sebab, ketika kaum hawa tersebut tak berdaya, misalnya ketergantungan ekonomi maupun proteksi dari suami dan lingkungan laki-laki, berpotensi menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Karenanya, pada kongres yang diselenggarakan kali pertama di Jateng, harapannya bisa merumuskan aspirasi permasalahan yang menjadi pekerjaan rumah di Jawa Tengah. Makanya kita mengangkat tema Perempuan Berdaya, berdaya dari sisi ekonomi, berdaya dari sisi pendidikan, berdaya dari sisi diri sendiri,” terang Atikoh.

Ketua Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW) Jawa Tengah yang juga Ketua Panitia, Nawal Arafah Yasin, menambahkan, Kongres Perempuan Jawa Tengah I diselenggarakan untuk mengajak seluruh komponen organisasi perempuan dan segenap lapisan masyarakat, untuk mengenang dan merayakan semangat pergerakan perempuan yang telah menyatukan langkah perjuangan bagi persatuan dan masa depan bangsa dalam merebut kemerdekaan Indonesia pada 22 Desember 1928. Meski saat ini sudah 91 tahun pasca Kongres Wanita I, atau sudah 74 tahun sejak Indonesia Merdeka dan 21 tahun reformasi, tetapi berbagai masalah kesenjangan dan diskriminasi terhadap perempuan masih terus terjadi.

“Kemiskinan perempuan, ketidaksetaraan upah dan kesempatan pekerjaan, kekerasan dan perdagangan perempuan, perkawinan usia anak, kematian ibu dan rendahnya partisipasi politik perempuan di parlemen dan dalam pembangunan merupakan berbagai permasalahan yang masih dihadapi oleh perempuan,” bebernya.

Untuk itu, kali pertama organisasi, komunitas, dan elemen terkait masalah perempuan di Jawa Tengah bahu-membahu melakukan konsolidasi gerakan sosial untuk mencari solusi bersama, dengan menyelenggarakan kongres perempuan. Kegiatan yang diselenggarakan tak hanya seminar dan diskusi, ada pula suguhan kesenian daerah, pemberian bantuan, serta pameran produk karya perempuan. Di akhir acara, akan ada rekomendasi yang disampaikan kepada pemerintah.

Dalam rangkaian Pembukaan Kongres Perempuan, juga diberikan kejutan ulang tahun bagi Atikoh dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga. (Ul, Diskominfo Jateng)

Skip to content