Dorong “Awareness” untuk Tekan Persoalan Perempuan dan Anak

  • 05 Feb
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Persoalan perempuan dan anak, terutama pada kasus kekerasan seringkali dianggap sebagai persoalan domestik atau pribadi oleh masyarakat. Padahal kasus-kasus yang terjadi, sebenarnya adalah permasalahan sosial yang membutuhkan kepedulian semua pihak untuk menekan atau bahkan menyelesaikannya demi terpenuhinya hak-hak mereka. 

Saat menjadi Keynote Speaker dalam acara Seminar Jawa Tengah Responsif Gender dan Anak, di Wisma Perdamaian, Senin (5/2), Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP menceritakan beberapa karakter warga di sejumlah negara untuk menggambarkan sikap yang disebut dengan sikap peduli. Di Polandia, penyeberang jalan tidak perlu memperhatikan rambu ketika menyeberang. Sebab, pengendara mobil akan otomatis menghentikan mobilnya saat mengetahui ada penyeberang. Di Jepang, dirinya pernah melihat seorang ibu yang mengambil kotoran hewan kesayangannya di tengah jalan.

“Jijik? Tidak. Karena dia punya hewan kesayangan. Kalau kita sayang, ndak jijik tho. Kotoran itu kemudian dimasukkan tong sampah yang dia sudah tahu. Tahu karena dia bisa membaca, cerdas, maka dia berperilaku juga baik. Ini saya contohkan beberapa kali karena buat saya amazing,” urai dia.

Kepedulian yang sama, imbuh Ganjar, mestinya juga bisa didorong dalam kasus-kasus perempuan dan anak. Misalnya jika melihat ada anak dipukuli, jangan dianggap sebagai urusan domestik. Tetapi, temui orangtuanya dan beri penyadaran.

“Kalau kita melihat anak dipukuli, (dipikiran umumnya) ah yo lumrah wong dudu anake dhewe. Dijewer, dipukuli yo ben wong anake kana. Karena, kalau kemudian kita datang, (dan menyampaikan) Bu jangan, anaknya jangan dipukuli (biasanya akan direspon) Apa kowe urusan? Begitu kan? Tapi tetap kita sadarkan bahwa itu tidak benar, maka ada kesadaran,” tutur dia.

Cara memberi kesadaran, terang mantan anggota DPR RI ini, bisa dilakukan dengan metode-metode yang soft agar lebih mudah diterima.Terutama ketika seorang ibu bercerita dalam forum tertentu. Seperti arisan, posyandu, PKK, atau pengajian.

“Biasanya KDRT terjadi dan sangat domestik sekali tidak bisa dimasuki. Maka pada saat itu apa yang dia (ibu) lakukan? Dia berkeluh kesah di PKK, posyandu, pengajian, atau arisan. Dari situ kita langsung bisa memberikan penjelasan-penjelasan dengan metode yang soft,” kata dia.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

 

Berita Terkait