Dari Air Sumur, Garam “Jono” Berasa Khas

  • 02 Aug
  • Prov Jateng
  • No Comments

Grobogan –  Pada umumnya tambak garam membentang di pesisir pantai dan mengunakan air laut sebagai bahan baku. Namun di Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, garam terbuat dari air sumur di tengah ladang dan lokasinya jauh dari laut.

Kendati bukan berasal dari air laut, rasa garam “Jono” tidak kalah asin dengan garam air laut. Padahal sumur dan areal pengolahan garam seluas kurang lebih tiga hektare tersebut lokasinya berjarak seratusan kilometer dari pantai. Fenomena langka yang tak bisa dijumpai di daerah lain tersebut, menjadikan garam produksi Desa Jono memiliki rasa khas.

Ketika cuaca panas dan terik matahari menyengat, para petani garam Jono tampak sibuk menimba air dari sumur-sumur tua berair asin yang tersebar di areal ladang garam. Air sumur mengandung garam tersebut kemudian dialirkan ke belahan bambu sepanjang sekitar tiga meter sebagai sarana pengeringan hingga menjadi garam kristal.

“Daerah ini jauh dari laut, mungkin lebih dari seratus kilometer dari pantai utara maupun selatan. Tapi air sumur di sini asin sehingga sejak puluhan tahun silam dimanfaatkan untuk bahan baku membuat garam. Rasanya asin seperti garam air laut dan ada gurihnya,” beber Ketua Kelompok Tani Garam Tirta Manunggal, Suhadi di sela-sela kunjungan Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP di areal pembuatan garam di Desa Jono, Rabu (2/8).

Hampir setiap hari saat cuaca cerah, imbuhnya, para petani garam Jono bersama-sama mengolah air sumur menjadi garam. Air sumur yang tergenang di bilahan bambu dibiarkan terpapar sinar matahari selama tujuh sampai lima belas hari hingga berubah menjadi butiran garam yang siap dipasarkan ke sejumlah daerah, seperti Semarang, Pati, Kudus, Surakarta, dan Yogyakarta. Garam itu dipatok seharga Rp 7.000 ribu per kilogram di tingkat petani.

“Harga sekarang sangat menyenangkan. Sejak beberapa bulan terakhir harga di tingkat petani Rp 7.000 per kilogram sedangkan di tingkat pedagang Rp 10.000 per kilogram. Untuk hasil panen sekitar 0,5 kuintal per minggu, dengan catatan cuaca cerah,” katanya.

Sementara salah seorang petani garam, Sumarti (60), mengaku senang dengan harga garam konsumsi yang melonjak termasuk harga garam Jono. Sejak beberapa bulan terakhir, perempuan yang telah 40 tahun menjadi petani garam Jono ini, menjual garam Rp 10.000 per kilogram. Padahal sebelumnya hanya dihargai Rp 5.000 per kilogram.

“Saya lihat petani garam hari ini sedang tertawa karena garam laut dulu yang harganya Rp 200 – Rp 300 tapi sekarang Rp 4.000 per kilogram. Bahkan di sini ( Desa Jono) di tingkat petani Rp10.000,” ujar Gubernur Jateng H Ganjar Pranowo SH MIP usai berkunjung dan berdialog dengan petani garam.

Menurut dia, garam yang berbahan dasar air asin yang berasal dari sumur di tengah ladang tersebut,  berpotensi menjadi sentra garam dengan produksi tinggi guna memenuhi kebutuhan garam masyarakat. Apalagi saat ini pasokan garam konsumsi nasional mengalami kelangkaan.

“Problemnya sekarang mereka butuh bantuan. Karena di sini teknologinya sangat sederhana dan serba tradisional maka saya minta kelompok tani yang berjumlah 52 orang produksinya bisa ditingkatkan,” kata gubernur.

Untuk mendongkrak produktivitas dan pemasaran garam Jono, berbagai upaya yang harus dilakukan antara lain meningkatkan teknologi dalam proses pengolahan serta mengubah kemasan garam agar lebih menarik dan menjual. Tidak lagi dijual dalam kemasan satu kilo seperti yang selama ini dilakukan para produsen garam Jono.

“Saat ini mereka mengambil air dengan menimba. Terbayang tidak suatu ketika disedot dengan mesin kemudian langsung disalurkan ke bambu-bambu dengan dibuatkan mekanisasi yang bagus dan selebihnya tergantung cuaca,” beber Ganjar.

Hingga menjadi butiran garam yang siap dipasarkan, imbuhnya, selama proses pembuatan para petani memang hanya mengandalkan sinar matahari. Sebab, meskipun dalam proses pengolahan pernah memanfaatkan energi listrik dan hasilnya relatif bagus, namun keuntungan penjualan tidak mampu menutup biaya operasional.

“Saya tertarik mendorong mereka supaya bisa tumbuh karena garam Jono ini khas dan terkenal di berbagai daerah. Kadar dan kualitas sangat bagus. Ini khas garam dari bumi,” tandasnya.

 

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

 

Berita Terkait