Beri Ruang Keberagaman

  • 30 Oct
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Tidak perlu membawa isu bombastis untuk berbicara penegakan Hak Asasi Manusia. Latar budaya dan keseharian bisa dijadikan senjata efektif untuk menengok seberapa jauh kita menerapkan penegakan HAM.

Dua hal itu jadi poin penting dalam bincang Keragaman dan Solidaritas Menuju Indonesia yang Berkeadilan di Studio Mini Kantor Gubernur Jawa Tengah, Selasa (30/10). Selain Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, hadir pula Staf Ahli Kantor Staf Kepresidenan Sunarman Sukamto, Koordinator Kampanye Komnas HAM Yuli Asmini, Senior Program Officer HAM dan Demokrasi Internasional NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Mugianto, serta Staf Ahli Bupati Wonosobo Budang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Eko Sutrisno Wibowo.

Terkait kebudayaan, Gubernur Ganjar Pranowo mengatakan kebudayaanlah yang memperkuat karakter masyarakat dalam berbangsa. Hal itu seperti yang dia alami saat menghadiri acara Merti Gunung di Temanggung. Acara tersebut, menurutnya, sangat kental dengan nuansa Jawa, namun saat berdoa tetap berdoa dengan tata cara Islam.

“Budi pekerti unggah ungguh yang seperti ini harus dipelihara. Kalau tidak, kita akan tercerabut dari akar kebudayaan kita dan akhirnya linglung,” bebernya.

Koordinator Kampanye Komnas HAM Yuli Asmini mengatakan kebudayaan yang ada dari Sabang sampai Merauke telah ada sebelum Indonesia lahir. Maka keragaman di Indonesia sudah menjadi keniscayaan meskipun akhir-akhir ini ada upaya pihak bertanggung jawab yang mencoba mengaburkan keragaman tersebut.

“Terkikisnya keragaman, kebudayaan. Kalau ada yang berusaha ada yang menyeragamkan, itu bahaya sekali. Karena ya memang Indonesia dilahirkan dari keragaman,” katanya.

Staf Ahli Kantor Staf Kepresidenan Sunarman Sukamto menambahkan dinamika wacana pemenuhan perlindungan HAM diharapkan bisa diterapkan dan ditengok dari kehidupan sehari-hari.

“Ditengok lewat kehidupan sehari-hari. Apakah kita sudah menghargai keragaman di sekitar kita memberi ruang atas keragaman itu,” ungkap Sunarman.

Dia kemudian menyinggung perlakuan masyarakat dalam upaya penegakan HAM bagi difabel. Karena selama ini sudut pandang masyarakat terhadap difabel masih memakai sudut pandang belas kasihan, yang menurutnya hal tersebut tidaklah tepat.

“Apakah kelompok difabel sudah diberi ruang yang sesuai? Jangan dikasihani, tapi kita melihat dari dinamika keberagaman, jangan dilihat dengan kacamata kasihan, tapi HAM,” katanya.

 

Penulis : Ib, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

 

Berita Terkait