Batik Tak Sekadar Coretan di Kain

  • 03 Oct
  • bidang ikp
  • No Comments

YogyakartaBatik tak sekadar coretan di atas kain. Lebih dari itu batik memiliki filosofi tinggi, baik dalam aspek spiritualitas, seni, maupun budaya.

Hal tersebut disampaikan Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP saat menjadi keynote speaker dalam acara Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2018, di Hotel Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Rabu (3/10). Kepada sejumlah hadirin, termasuk Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, Ketua Dekranasda DIY GKR Hemas, Chairman of The Export Council Indonesian Batik Prof Rahadi Ramelan serta sejumlah tamu undangan lainnya, Ganjar lantas menceritakan batik Rifa’iah asal Batang dan Batik Samin Surosentiko dari Blora.

“Dalam proses pembuatan Batik Rifa’iah misalnya, para pembatik membacakan shalawat dalam setiap prosesnya. Juga dengan Batik Samin Surosentiko itu, yang menggunakan tradisi-tradisi unik dalam pembuatannya. Hal ini membuktikan, bahwa batik tidak hanya sekedar coretan, tapi memiliki filosofi yang tinggi tentang spiritualitas, seni, dan budaya,” tegasnya.

Bahkan di beberapa daerah, lanjut Ganjar, batik menggambarkan nuansa kultural masyarakat sekitarnya. Mulai dari kebiasaan hidup sehari-hari hingga sejarah masa lalu.

“Semua menempel dalam corak yang ada dalam selembar kain batik,” terang mantan anggota DPR RI ini.

Kehebatan batik itulah yang membuat dunia mengakui kerajinan rakyat Indonesia ini. Saat ini, di setiap sendi kehidupan, sudah banyak yang menggunakan batik.

“Batik sudah ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti di sepatu, tas, pakaian dan sebagainya. Yang belum saya lihat itu motif batik di tatto, silahkan kalau mau mencoba tatto dengan design batik,” tambah Ganjar sambil berseloroh.

Saat ini, kata dia, pemerintah terus mengupayakan untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas batik. Salah satu cara yang dilakukan, mengombinasikan batik dengan berbagai media agar orang merasa nyaman saat mengenakannya.

“Batik harus berinovasi dengan era kekinian, misalnya dipadukan dengan celana jeans batik, syal batik dan sebagainya. Bahkan di Jateng sudah ada batik lurik batik, di mana kain batik dan kain lurik dikombinasikan menjadi karya yang indah,” tegas alumnus UGM ini.

Gubernur mengatakan, setidaknya ada tiga isu yang harus dibahas dalam pertemuan JIBB 2018. Pertama di sisi hulu, bagaimana pemerintah membantu para perajin batik untuk memenuhi peralatan yang dibutuhkan. Sebab saat ini, dia banyak mendapat keluhan dari perajin terkait sulitnya mendapat pewarna batik yang bagus namun tidak mencemari lingkungan.

“Kedua terkait bagaimana cara mengomunikasikan produk batik agar menjadi alat diplomasi Indonesia. Dan ketiga adalah di sisi hilir, yakni bagaimana membantu para perajin dan produsen batik mendapat fasilitas dan kemudahan-kemudahan,” tegasnya.

Ganjar juga berharap batik dapat terus disosialisasikan kepada masyarakat khususnya anak muda. Sebab, batik cocok digunakan untuk segala usia, dengan berbagai model pakaian.

“Di Yogyakarta sebentar lagi ada konser musik Megadeth, kalau bisa nanti mereka tampil memakai kostum batik. Kan keren musisi rock internasional tampil menggunakan batik,” tutupnya.

Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, batik bisa menjadi media diplomasi budaya Indonesia.

“Salah satu cara untuk mewujudkan hal itu adalah melakukan inovasi, misalnya melakukan kombinasi batik dengan fashion dunia agar batik dapat membuka ruang ekspor batik ke dunia dan mengukuhkan batik di kancah dunia sebagai produk seni budaya rakyat Indonesia,” tutupnya. (Humas Jateng/Ul, Diskominfo Jateng)

 

Foto : Humas Jateng

 

 

Berita Terkait