Atikoh Apresiasi Ketangguhan Perajin Batik Sragen Hadapi Pandemi

  • 13 Sep
  • bidang ikp
  • No Comments

SRAGEN – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jawa Tengah Siti Atikoh mengapresiasi ketangguhan perajin batik di Kabupaten Sragen dalam menghadapi pukulan pandemi Covid-19. Berbagai upaya ditempuh, termasuk jualan lewat dunia maya, dan menggandeng reseller guna memasarkan batik khas Bumi Sukowati.
Hal itu dikatakan Atikoh, di sela kunjungannya ke sentra batik di Desa Kliwonan dan Desa Pilang Kecamatan Masaran, Selasa (13/9/2022). Dia berpesan agar perajin mengakrabkan diri dengan era digital. Dengan jualan online, perajin diharapkan bisa menjangkau pasar yang lebih luas. Karena, pembatasan bepergian selama pandemi turut melahirkan kebiasaan baru dalam berbelanja.
“Perajin banyak yang berinovasi merambah online karena penjualan konvensional sulit selama pandemi. Ada juga yang menampung reseller untuk menjual product ready to wear,” ungkap Atikoh.
Selain jualan online, Atikoh mengimbau agar perajin batik mengangkat “behind story” dari pembuatan batik. Ini menurutnya penting, karena sebagian masyarakat masih awam dengan teknik pembuatan batik, khususnya batik tulis.
Batik khas Sragen sendiri memiliki motif pakem, seperti gaya Surakarta atau Yogyakarta. Warnanya sogan dan kuning keemasan. Yang khas Sragen, disela-sela motif pakem terselip motif flora fauna.
Untuk sebuah batik tulis halus, dibutuhkan waktu setidaknya 3-6 bulan untuk mengerjakan. Harganya berkisar ratusan hingga jutaan rupiah.
“Saya senang perkembangan batik di Sragen bisa surviveĀ  dan berkembang. Inilah kunci kita penanggulangan kemiskinan, karena mereka menyerap tenaga kerja yang menggulirkan sektor ekonomi di wilayah,” urainya.
Seorang perajin batik Masaran-Sragen Suratno mengatakan, saat pandemi produksinya berkurang separuh. Dari semula 500 helai batik per hari, menjadi hanya 200 helai per hari.
Guna meningkatkan penjualan, ia kemudian berjualan online dan menggandeng para warga yang mengalami PHK atau belum bekerja untuk turut memasarkan produknya. Dengan strategi itu, Suratno mengaku bisa meningkatkan penjualan produk batiknya.
Kades Kliwonan Aswanda menjelaskan, pengusaha batik di wilayahnya berjumlah 135 orang. Pada saat pandemi, praktis usaha mereka banyak yang vakum.
“Dari komposisi pekerjaan, 60 persen di antaranya adalah perajin sementara 40 persen adalah petani. Karena dulu kan masyarakat sini itu bekerja sebagai buruh batik di Solo, setelah pintar mereka kembali ke kampung dan ikut menggulirkan perekonomian desa,” sebutnya.
Sesuaikan Umur
Selain berkunjung ke sentra batik di Kecamatan Masaran-Sragen, Atikoh yang juga Bunda PAUD Jateng menyambangi taman kanak-kanak di Desa Kliwonan dan Pilang. Ia menyebut, pendidikan dini merupakan awal pembentukan mental kebangsaan.
Pendidikan kebangsaan, menurut Atikoh, bisa dimulai dengan materi pengajaran yang ringan.
“Pendidikan anak itu disesuaikan dengan umur, saat ini mereka kan saatnya bermain. Mungkin bisa dengan menyanyikan lagu nasional,” jelas Atikoh.
Dia juga menyebut pentingnya pola asuh dalam pembentukan mental anak.
“Cara kita mendidik karakter anak dengan bahagia. Tidak bisa dengan gak boleh begini begitu. Pendidikan diberikan dengan cara sesimpel mungkin, tapi pesan tersampaikan. Contoh dari orang tua di sekitar juga penting,” pungkas Atikoh. (Pd/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait