Antusias, Ratusan Anak Muda Nonton Bareng ACFFest KPK RI

  • 14 Jun
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Anti Corruption Film Festival (ACFFest) yang diinisiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI telah berlangsung selama satu dekade. Kegiatan tersebut menjadi jurus jitu untuk mengedukasi masyarakat tentang antikorupsi, melalui film pendek.

Ajang kreasi, eksibisi, dan forum diskusi film tersebut kali pertama digelar pada 2013. Selama 10 tahun penyelenggaraan, ACFFest menggandeng kalangan muda, dan telah menelurkan puluhan karya dalam bentuk audio visual.

Pada tahun ke-10, KPK RI menggelar ACFFest Roadshow Movie Day di 10 kota di Indonesia, salah satunya Kota Semarang, Jumat (14/6/2024). Acara yang digelar di Cinepolis Java Mal itu menayangkan tiga judul film, yakni Kronik Puriwicara, Pelat Merah, dan Terciduk.

Animo masyarakat cukup antusias, terutama dari kalangan generasi z dan milenial. Usai pemutaran film, ada talkshow yang menghadirkan Perwakilan KPK RI Dotty Rahmatiasih, Sineas Muda Indonesia Ismail Basbeth dan Finalis ACFFest 2024 sekaligus sutradara Kronik Puriwicara, Riza Pahlevi.

Dotty Rahmatiasih menuturkan, ACFFest merupakan wadah aspirasi anak muda, yang punya kegelisahan, dan menyuarakan tentang antikorupsi melalui film.

“Jadi bukan hanya film tapi pesan antikorupsi itu bisa tersebar luas di masyarakat. Harapannya pesannya sampai dengan cara yang lebih efektif,” ujarnya.

Semua film ACFFest, lanjut Dotty, dapat diakses oleh masyarakat melalui tayangan Youtube. Selain itu, film akan diputar di tiap acara KPK yang diselenggarakan di daerah-daerah.

“Semua film bisa dilihat di Youtube, tapi juga kami putar di tiap kegiatan di daerah untuk mengantisipasi masyarakat yang kesulitas akses internet,” tambahnya.

Menurutnya, film yang masuk ACFFest menarik untuk diapresiasi. Karena, akan banyak memberikan edukasi mengentai bahaya korupsi.

“Jadi korupsi itu bukan hanya mencuri uang, tapi ada juga politik uang. Jadi, pelaku film itu kan kreatif, ada banyak bentuk-bentuk korupsi yang harus diketahui masyarakat. Termasuk, ada juga film yang bercerita tentang politik uang,” paparnya.

Sementara itu, Riza Pahlevi menceritakan, film yang dibuat berawal dari ide dua orang kakak beradik bernama Panji dan Dewi, yang hidup di keluarga kerajaan. Mereka dihadapkan problem saat keduanya sama-sama dicalonkan menjadi wali kota.

Panji anak laki-laki menjadi calon potensial dibanding adiknya yang perempuan. Namun, Panji masih merasa melakukan politik uang untuk memastikan kemenangan.

Tim sukses Panji menyebarkan semacam kartu kredit kepada masyarakat dan panitia pemilihan. Praktik busuk itu berhasil dibongkar oleh bendahara kerajaan, sesaat setelah penghitungan suara selesai. Panji yang awalnya menang, akhirnya harus didiskualifikasi dan digantikan Dewi.

“Jadi korupsi itu bukan hanya mengambil atau mencuri uang, tapi ada praktik-praktik lain. Saya berharap ruang-ruang ini (ACFFest) bisa terus berlanjut,” tandasnya. (Wk/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait