Angkara Murka Akan Sirna Karena Kebaikan

  • 11 Nov
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Hujan deras tidak melunturkan antusiasme civitas akademika Universitas Diponegoro untuk hadir menyaksikan Ketoprak Dies Natalis Undip Ke-61 di Gedung Prof Soedarto, Sabtu malam (10/11). Rektor dan sejumlah akademisi Undip serta Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP didapuk bermain peran dalam kisah “Damarwulan Wisudha”.

Rektor Undip Prof Dr Yos Johan Utama SH MHum membeberkan, pihaknya dan sejumlah akademisi yang didapuk bermain peran, giat berlatih demi menampilkan ketoprak yang apik bagi penonton.

“Ketoprak ini menjelaskan tentang bagaimana proses perjalanan seseorang dalam mencapai suatu keberhasilan. Saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman wayang orang Ngesti Pandowo yang telah membantu, karena sudah latihan sekitar 20 kali dan setiap latihan salah terus. Tapi tidak apa-apa karena kami akan tetap nguri-uri budaya,” bebernya.

Lakon tersebut mengisahkan tentang perjuangan Damarwulan, anak Tunggul Manik dan Dewi Ulupi, dalam mengabdi di Kerajaan Majapahit. Pada awal pengabdiannya, Damarwulan menjadi juru taman di Kediaman Patih Logender dan memperoleh tugas dari Ratu Kencanawungu untuk menaklukkan Adipati Blambangan Minakjingga. Tugas itu tidak mudah dilakukan karena Minakjingga dikenal dan adanya perbuatan licik dari pesaingnya, yaitu Layang Seta dan Layang Kumitir.

Keberhasilan Damarwulan menaklukkan Minakjingga justru diklaim oleh Layang Seta dan Layang Kumitir yang menginginkan ganjaran dari Ratu Kencanawungu. Namun, kesaksian Anjasmara–kakak Layang Seta dan Layang Kumitir, berhasil membongkar kelicikan keduanya.

Ratu Kencanawungu pun akhirnya menyelenggarakan sayembara berupa perang tanding antara Damarwulan dan Layang Seta-Layang Kumitir untuk memastikan siapa di antara mereka yang berhasil membunuh Adipati Blambangan Minakjingga. Siapa saja yang berhasil memenangkan perang tersebut berhak menduduki tahta di Kerajaan Majapahit. Berkat pengabdiannya, Damarwulan pun diwisuda menjadi Raja Majapahit.

Sekda Jateng Sri Puryono yang berperan sebagai Minakjingga menuturkan, ketoprak tersebut bermaksud menyampaikan pesan bahwa kebaikan akan tetap menang melawan kejahatan.

“Semua ini ada piwulang Bahasa Jawa suradira jayaningrat lebur dening pangestuti. Angkara murka atau ketidakbaikan di dunia ini akan hilang karena kejujuran orang-orang baik,” tuturnya.

Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah itu mengaku berlatih bersama akademisi Undip selama kurang lebih dua bulan agar dapat tampil maksimal pada pertunjukan ketoprak itu.

“Kita latihan sekitar dua bulan. Seminggu dua kali. Memang kita siapkan betul dan dibantu oleh teman-teman Ngesti Pandowo,” pungkasnya.

Penulis : Ar, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait