Anak Diasuh Orang Tua Tunggal, Atikoh : Mereka juga Berhak Bahagia

  • 13 Jul
  • bidang ikp
  • No Comments

KENDAL – Apakah keluarga harus utuh terdiri dari ayah, ibu, dan anak? Lantas apakah jika ada salah satu yang disfungsi, dianggap tidak normal, sehingga terkadang berujung pada anak broken home yang mengalami perundungan?
Hal itu mengemuka dari Generasi Berencana (Genre) Kota Semarang, Riesma, saat Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) Tingkat Provinsi Jawa Tengah, di Pendapa Kabupaten Kendal, Kamis (13/7/2023). Pada acara tersebut, turut hadir Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Tengah Atikoh Ganjar Pranowo, dan Bupati Kendal Dico Ganinduto.
Menanggapi kegelisahan Riesma, Ketua TP PKK Jateng Atikoh Ganjar Pranowo menyampaikan, idealnya memang keluarga memiliki delapan fungsi, salah satunya peran bapak, ibu, dan anak.
“Itu yang ideal. Tapi kalau ada yang tidak, misalnya single parent, yang penyebabnya banyak, mungkin karena takdir, divorce (perceraian), apa anak yang dilahirkan atau memiliki disfungsi tersebut tidak bahagia dan harus minder? Tidak,” tegasnya.
Atikoh menekankan pentingnya support system bagi anak-anak yang besar, dalam asuhan orang tua tunggal. Terlebih, angka perceraian nasional dari tahun ke tahun masih cukup tinggi.
Menurutnya, orang di lingkungan terdekat turut andil dalam memberikan pendidikan bagi anak-anak dengan orang tua tunggal. Jika anak berada pada lingkungan sekitar dan pola didik yang benar, dapat mengantarkan mereka meraih kebahagiaan dan kesuksesan.
Support system bisa didapat dari neneknya, dari tante atau tetangga, mereka menjadi pengganti sosok orang tua. Ada panutan itu penting sekali. Kita di Pokja I PKK itu ada pola asuh, ada pendampingan, teman-teman Genre juga bisa ambil andil luar biasa,” paparnya.
Hal lain yang disoroti olehnya adalah perundungan. Atikoh menyebut, seringkali anak dari orang tua tunggal mengalami ejekan dari teman sebaya. Oleh karena itu, penting dalam bergaul memilih teman.
Atikoh mengatakan, organisasi seperti Forum Anak atau Genre penting guna menghadirkan sistem dukungan. Melalui organisasi yang diisi oleh generasi muda, diharap pola komunikasi yang terbangun lebih efektif.
“Edukasi juga penting, semisal Jo Kawin Bocah, karena di usia muda mereka belum siap mental, ekonomi dan fisiknya. Kemudian ketika ada perselisihan bagaimana cara menyelesaikannya. Seperti gerakan kembali ke meja makan, sederhana tapi memiliki filosofi luar biasa,” paparnya.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengakui, angka perceraian di Indonesia meningkat sejak 2015. Ia menyebut, hal itu satu di antaranya berawal dari disrupsi digital dan pola komunikasi yang buruk.
“Angka di 2021, ada sekitar 581 ribu kasus perceraian. Di 2022 lebih dari 500 ribu (perceraian). Padahal dalam setahun pernikahan tercatat sekitar 1,9 juta,” ujarnya.
Oleh karena itu, Hasto mengajak calon keluarga di Indonesia benar-benar merencanakan pernikahan dengan benar.
“Maka keluarga berencana (KB) jangan hanya dimaknai KB dalam arti kontrasepsi, tapi ya KB dalam merencanakan keluarga,” pungkasnya. (Pd/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait