ABK dari Keluarga Miskin pun Patut Diberdayakan

  • 09 Jun
  • Prov Jateng
  • No Comments

Karanganyar – Mendapati anaknya berkebutuhan khusus, mungkin sebagian besar orang tua akan merasa syok karena tidak siap menghadapi kenyataan yang menimpanya. Sebagian merasa malu dan akhirnya membiarkan anaknya itu terkungkung di rumah. Bahkan ada pula yang tega meninggalkan anaknya begitu saja.

Perasaan tak menentu itu juga melanda Eko Setiyoasih saat anak pertamanya Okstalvilya Risky Primajati yang lahir 22 tahun lalu diketahui berkebutuhan khusus. Rasa sedih menaungi batinnya. Maklum saja, dia terlanjur menaruh harapan besar pada anak sulungnya.

Namun, kesedihannya tidak berlarut-larut. Eko menyadari, bersedih saja tidak akan mengubah kenyataan. Sejak itu dia bertekad merawat anaknya dengan telaten. Bahkan setelah anak kedua dan ketiganya lahir, perhatian Eko terhadap anak pertamanya tak meredup.

Semangat membesarkan Okstalvilya tak lepas dari pengalaman masa remajanya yang aktif membantu sesama. Sejak SMP dia sudah tertarik menangani penghuni panti jompo. Setelah SMA, Eko menjadi relawan panti asuhan. Hingga kuliah dia mengambil diploma II pendidikn luar biasa khusus tuna netra. Dia pun sempat magang di SLB.

Sayang, kegigihannya berjuang merawat anaknya yang berkebutuhan khusus, kurang mendapat dukungan suaminya. Karena tidak bisa menerima anaknya yang berkebutuhan khusus, suaminya memilih untuk bercerai.

Melihat kenyataan itu, jiwa sosialnya kembali bergejolak. Terlebih, saat magang di SLB, Eko mendapati fenomena di mana hanya mereka yang berkemampuan ekonomi saja yang memberikan terapi dan pengajaran kepada anak berkebutuhan khusus. Mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, cenderung pasrah dan merawat anaknya semampu mereka. Hal itu yang meneguhkan niatnya untuk mengabdikan diri dan membantu pengembangan anak berkebutuhan khusus, terutama dari kalangan menengah ke bawah. Sehingga mereka bisa mandiri dan berdaya.

Mendidik, mengasuh, menemani aktivitas anak-anak berkebutuhan khusus dari bangun pagi hingga tidur, sudah dilakoni Eko Setiyoasih selama delapan tahun terakhir ini. Bertempat di rumah pribadinya yang tidak begitu luas, Eko merawat 86 anak-anak berkebutuhan khusus.

Sebagian besar anak berkebutuhan khusus yang dirawatnya bukan dari kalangan keluarga mampu. Ya, Eko memang memrioritaskan merawat anak berkebutuhan khusus yang lahir dari keluarga miskin, tanpa dipungut biaya di SLB-nya. Sebab, mereka seringkali luput dari perhatian pemerintah maupun lingkungan sekitarnya.

Saat Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP mengunjungi SLB Anugerah miliknya, Jumat (9/6), Eko menuturkan, anak berkebutuhan khusus yang dirawatnya perlu tempat yang nyaman dan memadai untuk melakukan berbagai aktivitas. Seperti belajar, bermain dan istirahat. Saat ini, tempat mereka sudah tidak nyaman lantaran semakin banyak anak yang ditampung.

“Mohon dibantu karena semua serba swadaya, walaupun alhamdulillah sekarang mulai ada donatur. Kami butuh lahan. Saya sudah bilang Pak Kades untuk menggunakan tanah kas desa yang lokasinya berhadapan dengan gedung SLB ini. Pak Kades setuju tapi meminta kita untuk meminta persetujuan Pak Gub,” bebernya.

Di samping memerlukan lahan tambahan, Eko juga meminta agar sekolahnya berdiri dengan izin sekolah. Dia terkendala pada syarat-syarat yang mesti dipenuhi, seperti luas lahan.

Setelah melihat kondisi SLB Anugerah yang telah banyak membantu pendidikan maupun kesehatan anak-anak berkebutuhan khusus, Gubernur Ganjar Pranowo berkomitmen membantu keluarnya izin sekolah. Mengenai kebutuhan lahan, Ganjar mengatakan, persetujuan itu justru harus dari kepala desa. Apabila kepala desa sudah setuju, dia akan membantu memudahkan pelepasan tanahnya.

“Sementara saya minta yang ada, yang eksisting tetap jalan dulu. Kita bisa membantu yang hari ini ada dulu. Untuk lahan, kalau bisa polanya hibah. Membangunnya lebih gampang. Tapi kalau nggak ya pinjam pakai. Biar operasionalnya lebih cepet,” tuturnya.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng/ Ul, Diskominfo Jateng

Berita Terkait