Tradisi Mitoni Diharapkan Tak Sekadar Budaya

  • 29 Apr
  • bidang ikp
  • No Comments

Ungaran – Tradisi mitoni atau memperingati tujuh bulan kehamilan, diharapkan tak sekadar budaya di masyarakat. Hal itu justru sebagai pengingat agar masyarakat memperhatikan dan mengawal ibu hamil.

“Jadi mitoni jangan sekadar budaya. Ibu hamil memiliki tugas mulia untuk melahirkan anak. Karenanya, semua orang harus menjaga. Pengawalan terhadap ibu hamil harus terus dilakukan,” ujar Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Wahyu Setianingsih, pada Temu Kader dalam rangka Penanggulangan Masalah Kesehatan Prioritas Tahun 2019 di Aula Gedung Monumen PKK, Ungaran (29/4/2019).

Ditambahkan, kematian ibu terbanyak disebabkan perdarahan dan preeklampsia. Untuk itu ketrampilan dalam mengawal ibu hamil mesti ditingkatkan. Jangan pernah berhenti memberikan pemahaman kepada masyarakat. Misalnya, jika ada ibu muda yang tengah sakit, anemia, atau kurang energi kronis, sebaiknya ditangani dulu sebelum memutuskan untuk hamil. Begitu pula dengan wanita kurang dari 20 tahun, jika ingin menikah boleh saja, namun sebaiknya menunda kehamilan sampai alat reproduksinya siap.

“Jangan tinggalkan generasi lemah. Bayi stunting, bayi kurang gizi, itu bayi lemah. Jadi hindari dengan menyiapkan kehamilan dengan baik. Ibu berisiko tinggi agar melahirkan di rumah sakit. Ibu nifas sebelum 40 hari harus terus diawasi, karena risiko kematiannya juga tinggi. PKK bisa mengawal di setiap level karena paling dekat dengan masyarakat,” bebernya

Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah melalui Wakil Ketua I Nawal Arafah Taj Yasin Maimoen menyampaikan masih banyak masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian dalam penanganannya. Antara lain, tingginya angka kematian ibu dan bayi, tingginya angka kesakitan/ kematian akibat penyakit menular, serta tingginya angka gangguan kekurangan gizi stunting (pendek/kerdil) pada anak balita. Dalam hal ini, keluarga memiliki peran penting untuk merencanakan kehidupan keluarganya agar berkualitas dan sejahtera. Kualitas kesehatan anggota keluarga berpengaruh pada tingkat kesejahteraan keluarga.

Dia menunjuk contoh, untuk mengatasi masalah gizi, pengawasan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi penting. Gerakan 1.000 HPK terdiri dari intervensi gizi spesifik yang dilakukan oleh sektor kesehatan, dan intervensi gizi sensitif di luar sektor kesehatan yang sasarannya masyarakat umum.

“Keluarga yang sehat akan mampu merencanakan kehidupan berkeluarganya agar berkualitas, didukung kualitas lingkungan sekitar. Setiap anggota keluarga perlu mengerti dan memahami bagaimana interaksi yg harmonis antara manusia dan lingkungan, sehingga memiliki kepedulian dan kesadaran untuk menjaga lingkungannya,” beber Nawal.

Dia menyampaikan empat peran strategis yang mesti dilakukan kader PKK. Sebagai inisiator, kader menjadi sumber ide, gagasan, dan inisiasi program kegiatan yang konstruktif dan bermanfaat bagi masyarakat. Mereka pun dituntut menjadi motivator, yang mendorong, menggerakkan, memicu pembaruan dan gerakan sosial lain.

“Kader juga sebagai fasilitator yang mendampingi kegiatan masyarakat, dan dinamisator, mendinamisasikan masyarakat menuju Jawa Tengah sejahtera dan berdikari,” ungkap istri Wakil Gubernur Jawa Tengah ini.

Wakil Ketua IV TP PKK Provinsi Jawa Tengah, Tjondrorini menyampaikan temu kader tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan, ketrampilan PKK dalam memahami dan memecahkan permasalahan gizi, kesehatan, lingkungan, dan upaya peningkatan kesejahteraan keluarga maupun masyarakat. (Hi/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait