Tak Sekadar Menanam, Warga pun Diminta Jadi Keluarga Tangguh Bencana

  • 05 Feb
  • bidang ikp
  • No Comments

KENDAL – Ahmad Munajat tampak asyik menanam. Bersama tiga temannya, bocah kelas VI SD Negeri 5 Sidokumpul Kecamatan Patean Kabupaten Kendal ini berusaha menanam mulai dari memasukkan bibit tanaman, menguruk dengan tanah, hingga menyirami, saat menanam bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, di Dukuh Kalisuren, Desa Sidodadi, Kecamatan Patean, Kendal, Rabu (5/2/2020).

Hal yang sama juga dilakukan Muhammad Farid Abas, siswa kelas IV SD Negeri 1 Sidodadi. Kendati tidak mengerti jenis pohon yang ditanam, dia memperhatikan betul arahan dari pembina lapangan yang dipanggil Paman Joko.

“Saya memang senang menanam. Sama bapak saya, di halaman rumah saya tanami jagung,” bebernya.

Ya, kegiatan menanam bersama itu sengaja melibatkan anak-anak, mulai dari siswa SD, SMP, SMA, hingga pemuda di desa tersebut. Mereka bersama menanam 7.500 bibit di lahan seluas 10 hektare aset desa yang dijadikan wilayah resapan air sekaligus hutan edukasi.

Penggagas Hutan Edukasi Desa Sidodadi Ahmad Slamet mengapresiasi kegiatan menanam tersebut. Menurutnya, dulu hutan tersebut gundul. Perlahan warga mulai bergotong royong menanami untuk penyelamatan mata air. Apalagi, debit air Kali Suren yang menjadi mata air andalan warga, semakin menyusut.

“Beruntung hari ini ada 7.500 bibit yang dikirim pemerintah provinsi ke sini. Jadi, sangat cukup untuk memenuhi hutan ini. Setelah ini, kami berharap daerah sini semakin lestari, hutan edukasi berkembang, dan masyarakat pun sejahtera,” ungkap pria yang akrab disapa Bang Memet.

Tak hanya warga setempat, penjaga Hutan Gunung Perahu, Mbah Basri pun mengapresiasi apa yang telah dilakukan Ganjar. Terlebih, dengan keterlibatan anak sekolah, mengingat mereka generasi penerus bangsa yang mesti dibangkitkan kesadarannya untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Pria berusia 56 tahun itu bahkan hadir dan turun langsung memberikan pengajaran kepada para siswa mengenai cara menanam pohon yang benar, termasuk, pemeliharaannya. Sehingga diharapkan mereka ikut meneruskan menjaga lingkungan, mengontrol hutan di sumber air yang tidak lancar.

“Harus ada penggantinya (menjaga lingkungan). Saya sudah tua, biar saya enak, biar saya bisa tidur,” ujarnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah Ammy Rita Manalu menyatakan, sebenarnya sebagian besar sumber air di provinsi ini masih baik. Hanya, beberapa di antaranya debit air berkurang. Jadi, saat hujan air melimpah, namun saat kemarau air berkurang, terkadang sampai kering. Kendati begitu, ada upaya yang bisa dilakukan, seperti memperbaiki daerah tangkapan air di sekeliling mata air, sehingga resapan bisa bertambah.

Hal itu, imbuhnya, bisa melalui beberapa cara, yaitu menanam, karena menanam itu juga memperbaiki korositas tanah sehingga bisa lebih banyak air yang masuk ke dalam. Air yang terjerat juga lebih baik. Kemudian bisa juga membuat biopori sehingga resapan-resapan lebih banyak. Itu bisa dilakukan secara massal setiap desa, komunitas-komunitas, atau warga lainnya bisa membantu membuat itu. Juga ada cara lain, misalnya sumur resapan akan tingkatkan resapan.

“Prinsipnya menahan air jangan secepatnya turun ke laut. Terkait dengan fasilitasi-fasilitasi yang diberikan pemerintah, sifatnya stimulan agar masyarakat bisa melakukan kegiatan tersebut. Sebetulnya bibit tidak harus dari pemerintah, masyarakat bisa membuat sendiri karena itu hanya dari biji tanaman, melakukan pencangkokan, neter, dan sebagainya. Jadi sebenarnya kalau masyarakat semua bergerak di lingkungannya, masing-masing akan cepat teratasi,” beber Ammy.

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Ganjar Pranowo mengingatkan warga agar terus menanam. Apalagi, saat musim hujan seperti sekarang. Dia juga meminta setiap keluarga menjadi keluarga tangguh bencana. Mereka mesti mengerti ancaman bencana di wilayahnya, seperti angin puting beliung, longsor, gempa, dan apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana.

“Keluarga harus tahu. Misalnya, ada lindhu (gempa), segera lari ke tempat terbuka. Bandha sing paling berharga dibungkus dadi siji. Kalau terjadi bencana tinggal dibawa,” ujarnya.

Namun, Ganjar dibuat terkejut dan terbahak saat seorang ibu, Margiati berseloroh, “Bandhane kula putrane kula, bapak, kalih bojo. Pripun pak, kedah dibunthel?” (Ul, Diskominfo Jateng)

 

 

Berita Terkait