Tak Cukup Dipersenjatai Ijazah

  • 23 Oct
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Tenaga ahli dan terampil tak cukup hanya ditunjukkan dengan ijazah dari perguruan tinggi yang menaunginya. Lebih dari itu, sertifikasi kompetensi seolah menjadi keharusan di tengah ketatnya persaingan global belakangan ini.

Wakil Ketua I Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Jawa Tengah, Mulyono Hadipranoto mengungkapkan, Undang-Undang No 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengamanatkan seluruh tenaga ahli dan terampil wajib memiliki sertifikat kompetensi.

“Tidak hanya tenaga ahli dan terampil, penggunanya juga harus bersertifikat. Contohnya pengawas dan pimpro (pimpinan proyek), juga harus bersertifikat,” jelasnya usai pembukaan Pelatihan dan Sertifikasi Tenaga Ahli Muda melalui Penerapan Metode “On Campus Training and Certification” di Provinsi Jawa Tengah yang berlangsung di Kampus Politeknik Negeri Semarang (Polines), Senin (22/10/2018).

Diakui, saat ini Indonesia masih kekurangan tenaga ahli konstruksi bersertifikat. Padahal, di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tenaga kerja konstruksi Indonesia akan bersaing dengan tenaga kerja dari luar negeri. Karenanya, percepatan penambahan jumlah tenaga kerja ahli bersertifikat mutlak diperlukan.

Kepala Balai Jasa Konstruksi dan Informasi Konstruksi (BJKIK) Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah, Wahyutoro Soetarto menjelaskan, ada masa transisi dua tahun sebelum UU Jasa Konstruksi diberlakukan usai disahkan. Dalam masa transisi hingga tahun depan, diharapkan jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat bisa bertambah.

“Karena ketika UU Jasa Konstruksi No 2 tahun 2017 berlaku, tenaga kerja konstruksi wajib bersertifikat,” jelas Wahyutoro usai acara yang juga bekerjasama dengan PT Jamkrida Jateng ini.

Kepala Seksi Jasa Konstruksi pada BJKIK Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah Jateng, Syurya Deta Syafrie membeberkan, berdasarkan data dari lpjk.net pada 2017, jumlah tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat, terutama tenaga terampil yang dominan dalam pekerjaan konstruksi di Indonesia, masih kurang dari 10 persen. Yakni, dari 7.707.297 tenaga kerja konstruksi, yang bersertifikat hingga Februari 2017 baru 383.384 orang, terdiri dari 120.504 orang tenaga ahli dan 262.880 orang tenaga terampil.

Mengingat pentingnya sertifikasi jasa konstruksi, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berupaya memberikan fasilitasi, khususnya bagi lulusan baru perguruan tinggi di Jawa Tengah. Salah satunya, pelatihan dan sertifikasi tenaga ahli muda yang berlangsung dari 22-26 Oktober 2018, dan diikuti 45 orang alumnus Polines yang baru diwisuda September 2018 lalu.

Diakui, minat mereka untuk mengikuti sertifikasi sebenarnya terhitung tinggi. Namun, dibutuhkan biaya untuk mendapatkan sertifikasi tersebut. Karenanya, pemprov menyasar para fresh graduate agar mereka bisa lebih berdaya saing di tengah persaingan sumber daya manusia (SDM) yang sangat ketat.

“Program ini lebih tepat sasaran. Sebab, para fresh graduate tidah hanya dipersenjatai dengan ijazah, tapi juga sertifikat,” ungkapnya.

Dewan Pembina  Badan Pengurus Provinsi Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Nasional (BPP Ataknas) Jateng, Prof Dr Ir Mudjiastuti Handajani mengapresiasi upaya yang dilakukan pemprov. Terlebih, di era persaingan yang semakin ketat.

“Pelatihan-pelatihan seperti ini sangat penting guna mendorong jumlah tenaga ahli bersertifikat,” jelasnya.

Direktur Polines Ir Supriyadi menyebutkan, pihak kampus sudah mempersiapkan lulusannya agar bisa bersaing di era revolusi industri 4.0. Ada empat hal yang ditekankan pada alumnusnya, yakni kemampuan bahasa, kewirausahaan, kompetensi profesi sesuai program studinya, serta karakter dan etika.

“Untuk meningkatkan kemampuan profesi, kita mengikuti kurikulum KKNI atau Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Salah satunya, memperkuat kompetensi dengan (program) sertifikasi tenaga ahli muda konstruksi ini,” tandas Supriyadi. (BJKIK DPUBMCK/ Ul, Diskominfo Jateng)

 

Berita Terkait