Relawan Covid-19 di Surakarta, Rela Tidur di Teras Rumah

  • 23 Apr
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Di tengah pandemi Covid-19, para pemandi jenazah dan relawan mengambil peran penting. Di balik tampilan “seram” dengan menggunakan baju Hazmat, ada kisah ketika mereka harus siaga 24 jam hingga rela tidur di teras rumah, untuk menjaga kesehatan keluarga.
Hermawan Budi (40), baru sebulan mengambil peran sebagai relawan Covid-19. Ia bertugas sebagai Koordinator Tim Relawan dari RSUD Dr Moewardi Surakarta. Dalam kurun tersebut, ia telah membantu menguburkan belasan jenazah yang meninggal akibat penyakit infeksius‎ itu.
Berlatar belakang sebagai guru matematika, ia sempat gamang ketika ditawari pekerjaan berisiko itu. ‎
“Selain guru di sebuah SD swasta di Laweyan, saya juga tergabung dalam gerakan relawan Indonesia (Relindo). Biasanya membantu terkait kebencanaan. Awalnya sempat pikir-pikir dulu. Dua hari saya pikir-pikir. Namun akhirnya saya mantap melakoni tugas sukarela ini,” katanya melalui sambungan telepon, belum lama ini.
Dorongan menjalankan syariat agama, menjadi pemantik keteguhan hati Hermawan. Dalam agamanya, menguburkan jenazah merupakan‎ kewajiban. Berawal dari itu, ia akhirnya bergabung meski tak memiliki latar belakang di dunia medis.
Sebagai Tim Relawan Covid-19 RSUD Dr Moewardi, tugasnya mengantarkan jenazah, dari rumah sakit menuju area makam. Namun, lantaran ketiadaan petugas pengubur yang kapabel, ia dan timnya pun memiliki tugas tambahan.
“Dalam tugas sebenarnya, kami hanya antar ke kuburan. Namun nyatanya, kami juga ikut menurunkan ke liang lahat. Bahkan, kami juga menyalati setelah dikubur,” urainya.
Meski memunyai tugas berat, Hermawan dan ke-29 rekannya, tak boleh gegabah menjalankan tugas. Mereka wajib menggunakan baju hazmat (pelindung), kacamata dan sarung tangan, serta sepatu khusus. Jika ada sedikit kelalaian, maka bisa saja mereka terinfeksi virus.
Untuk itu, Hermawan meminta timnya untuk saling menjaga. Begitu ada hazmat atau kacamata yang selip, rekan lain segera memberi tahu dan membenarkan.‎
Setelah bertugas, mereka juga wajib melakukan disinfeksi pada pakaian dan alat yang dikenakan. Mandi, berkali-kali kini menjadi ritual wajib.
“Sehari bisa lima kali mandi. Pakaian yang dikenakan pun harus dicuci terpisah. Bahkan, pada awal-awal tugas, ada rekan yang rela tidur di teras rumah, karena ingin menjaga agar keluarga tak tertular. Namun, kini sudah biasa. Meskipun protokolnya ketat, kami lakukan. Saat ini, belum ada dari rekan atau keluarga yang terinfeksi Covid-19,” imbuhnya.
Namun ia bersyukur, selama menjalani tugas kemanusiaan itu, Hermawan dan rekannya belum pernah mendapat penolakan dari warga. Edukasi yang baik, terkait Covid-19 menjadi kunci.
“Meskipun demikian, kami berharap pengguna jalan memberi jalan. Sebab secara protokol penanganan jenazah akibat Covid-19, seharusnya tak lebih tiga jam,” pinta Hermawan.
Makanan Tambahan
Dari kamar jenazah, ada petugas ‎pemulasaraan yang juga berjibaku. Mereka harus memakai baju hazmat berjam-jam dan siaga 24 jam.
Kepala Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr Moewardi Surakarta dr Wahyu Dwi Atmoko menyebut, hampir tiap hari menangani jenazah yang meninggal karena diduga atau positif Covid-19. Karena tergolong infeksius, penanganan jenazahnya pun sangat berhati-hati dan sesuai prosedur.
“Kami sejatinya sudah siap dan terbiasa, kalau urus jenazah. Namun untuk kasus Covid-19, memang memerlukan baju khusus. Pada awal-awal dulu, teman-teman sempat mengeluh panas dingin. Namun itu hanya pengaruh psikis mental. Sekarang sudah jalan seperti biasa,” ujarnya.
Diakui, merasakan keberadaan relawan Covid-19 amat penting bagi pihak rumah sakit milik Provinsi Jawa Tengah. Khususnya, dalam mengantarkan jenazah yang meninggal akibat terinfeksi Corona.
Oleh karenanya, rumah sakit memberikan pemenuhan gizi berupa makanan tambahan dan vitamin secara reguler. Memasuki Ramadan, disediakan paket buka puasa bagi, relawan yang berjaga di posko. (Pd/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait