Razia Tak Cukup Hentikan Peredaran Obat dan Makanan Ilegal

  • 17 Dec
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Penarikan obat dari pasaran gara-gara disalahgunakan oleh sejumlah orang, sudah beberapa kali dilakukan. Razia terhadap peredaran obat dan makanan ilegal pun sering dilakukan. Tapi, apakah cara semacam itu efektif menekan peredaran obat dan makanan ilegal di masyarakat?

Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Semarang Drs Safriansyah MKes Apt mengungkapkan peredaran obat atau makanan ilegal masih terjadi di Jawa Tengah. Pada akhir 2018 ini, Tim Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Provinsi Jawa Tengah melakukan razia di Kabupaten Jepara dan menemukan 27 arana yang memroduksi atau mengedarkan produk obat tradisional tanpa izin edar (TIE), senilai Rp50 juta. Pada 11 Desember lalu, ada pula temuan di daerah Surakarta sebanyak 324 item produk kosmetika TIE, dan 15 item obat keras, senilai Rp700 juta.

Barang-barang itu, imbuhnya, telah disita dan diproses secara hukum. Kendati begitu, Safriansyah menilai penghentian peredaran obat dan makanan ilegal tak cukup dengan merazia dan memroses secara hukum. Penyadaran masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas justru lebih penting. Bagaimana pun, peredaran obat dan makanan terlarang terus marak karena permintaan masih banyak.

“Kalau obat yang disalahgunakan ditarik, itu tidak akan menyelesaikan persoalan. Misalnya, dextromethorphan tablet ditarik. Padahal itu untuk obat flu, tapi disalahgunakan dengan mengonsumsi 20 tablet langsung untuk menimbulkan efek halusinasi. Tapi, apa kalau disalahgunakan harus selalu ditarik?” sorotnya, saat Pertemuan Satgas Tingkat Provinsi dalam rangka mengimplementasikan Permendagri No 41 Tahun 2018 Tentang Peningkatan Koordinasi Pem-binaan dan Pengawasan Obat dan Makanan di Daerah, yang berlangsung di Hotel Harris, Jl Ki Mangunsarkoro, Senin (17/12).

Dijelaskan, pihaknya bersama Tim Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal terus berupaya melakukan pendampingan terhadap pelaku usaha, mulai dari menyiapkan sarana produksi, hingga pendampingan pendaftaran produk. Apalagi, sekarang pendaftaran produk sudah dilakukan secara online, sehingga tak jarang ada pelaku UMKM yang belum mengerti aplikasi yang digunakan. Dengan pendampingan, mereka bisa melakukan usahanya dengan baik dan benar.

Namun di sisi lain, ungkap Safriansyah, ada pelaku usaha yang tidak mau dibina. Bahkan, mereka memroduksi di malam hari atau pada jam-jam yang cenderung tak terkover pengawasan, dengan menggunakan bahan berbahaya yang dilarang.

“Ini merugikan masyarakat. Jamu yang benar, menggunakan bahan alam tidak memberikan efek ces pleng. Kalau jamu ilegal dengan tambahan bahan kimia yang ilegal, lebih cespleng. Satu atau dua jam sudah dirasakan reaksinya. Makanya masyarakat mencari yang berbahan kimia. Kasihan pelaku usaha yang sudah dibimibing, sudah memroduksi dengan benar, tidak laku produknya. Mereka harus dilindungi,” tegasnya.

Hal senada juga disampaikan Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Rahma Nurchayati SKM MKes. Diakui, seringkali masyarakat terbuai dengan iklan karena ingin terlihat cantik, berbodi ideal, namun dengan produk yang tidak terbukti aman. Dia menunjuk contoh banyaknya produk suplemen maupun kosmetik ilegal yang terbuat dari bahan kimia berbahaya.

“Untuk cantik, menghilangkan flek, supaya perkasa, terkadang masyarakat menggunakan bahan yang tidak ada izin edarnya,” ungkapnya.

Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat, kata Rahma, terus dilakukan. Sehingga masyarakat mengerti dan memilih produk yang aman digunakan atau dikonsumsi. Salah satu yang sudah dilakukan, dengan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (Gema Cermat).

“Pelibatan kelompok masyarakat, PKK, lembaga swadaya masyarakat, swasta, organisasi masyarakat, organisasi profesi, maupun masyarakat umum, terus kami tingkatkan. Harapannya, ketika masyarakat tahu memilih yang aman, akan menekan peredaran barang obat dan makanan ilegal serta berbahaya,” tandasnya. (Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait