Pelaku Seni Tradisional Harus Berani Kompetisi

  • 19 Nov
  • bidang ikp
  • No Comments

Ungaran – Humor yang menjadi bagian program televisi, cenderung menonjolkan bagaimana agar pemirsanya tertawa. Sayangnya, untuk memicu tawa, terkadang mereka menjungkirbalikkan nilai budaya di masyarakat.

Hal itu diungkapkan Kepala Seksi Opini Publik Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Tengah, Dicky Adinurwanto pada Bintek Forum Komunikasi Media Tradisional (FK Metra) Kabupaten Semarang, di Gedung Pertemuan Kecamatan Bergas, Senin (19/11). Ditambahkan, nilai sosial budaya tidak luput dari pengaruh globalisasi. Semakin terbukanya informasi yang bisa diakses masyarakat, membuat paparan budaya luar negeri bertambah besar.

Yang lebih memrihatinkan, katanya, lunturnya nilai budaya akibat pengaruh negatif dari luar yang dapat berdampak pada tatanan kehidupan masyarakat. Orang menjadi lebih individualis, bahkan ada anak yang sampai berlaku tak sopan kepada orang tua.

Hadirnya berbagai tontonan dan hiburan sekarang ini pun berimbas pada redupnya kesenian-kesenian tradisional. Kondisi tersebut tak bisa dibiarkan. Perlu upaya untuk lebih mencintai budaya dan kesenian tradisional.

“Kecenderungan budaya luar yang masuk ke Indonesia, membuat berkurangnya minat masyarakat kepada kebudayaan tradisional. Anak-anak sekarang lebih suka melihat youtube. Oleh karenanya, teman-teman FK Metra sebagai pejuang budaya, harus lebih bersemangat dalam melestarikan dan nguri-uri kebudayaan tradisional,” jelas Dicky.

Senada dengan Dicky, Sekretaris FK Metra Provinsi Jawa Tengah Daniel Hakiki menambahkan pelaku seni tradisional harus berani berkompetisi menghadapi pengaruh media-media lain, seperti koran, radio, TV. Media konvensional memiliki cakupan wilayah yang luas dalam menjangkau masyarakat, sementara kesenian tradisional hanya bisa ditangkap oleh masyarakat yang hadir dalam pementasan itu.

“Kesenian tradisonal dulu dipandang sebagai media terbatas. Dengan perkembangan teknologi anggapan tersebut berubah. Pertunjukan pada suatu tempat, di dokumentasi, divideokan kemudian di-upload medsos (media sosial). Sehingga informasi yang disampaikan tidak hanya diterima masyarakat yang hadir pada pertunjukan tersebut, akan tetapi bisa menjangkau masyarakat luas yang menontonnya melalui medsos,” ujarnya.

Dijelaskan, pola penyampaian informasi melalui media tradisional yang menggunakan bahasa lokal daerah, serta mempertimbangkan logika masyarakat setempat, memudahkan mereka mencerna informasi tersebut dengan tepat. Tidak hanya informasi yang tersampaikan, masyarakat pun bisa lebih mengenal nilai-nilai budaya. Hal tersebut yang tidak dimiliki oleh media konvesional lain.

Daniel mengungkapkan, untuk sampai ke tahap itu, perlu upaya dari pengurus FK Metra. Yang penting, mapping atau memetakan kesenian tradisional yang bisa digunakan sebagai sarana diseminasi informasi.

“Fungsi kita media diseminasi informasi. Kesenian yang dipilih bukan kesenian yang langka, namun kesenian yang diterima oleh masyarakat. Kesenian yang tentu ada dialognya, karena fungsinya menyampaikan pesan, ada hiburan, irama, lagu, dan gerak,” tandasnya. (Di/ Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait