Pantura Terancam Tenggelam, Jateng Belajar dari Belanda

  • 29 Sep
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berupaya menangani persoalan pantura yang terancam tenggelam atau turunnya permukaan tanah (land subsidence). Apalagi, berdasarkan kajian ahli, daerah pesisir seperti di Pekalongan, Semarang, dan Demak terancam mengalami penurunan permukaan tanah.

 

Pemprov pun belajar kepada Belanda sampai meminta warga untuk tidak membuang sampah sembarangan. Pada Rabu (29/9/2021) ini pun, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menerima kunjungan Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Lambert Grijns di Kota Semarang. Di antaranya, mereka membahas soal antisipasi tenggelamnya permukaan tanah.

 

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (Pusdataru) Jateng Eko Yunianto mengatakan, Duta Besar Belanda telah menyampaikan persoalan terancamnya pantura yang tenggelam adalah prioritas utama yang harus ditangani.

 

“Seperti yang disampaikan Duta Besar Belanda, kita menghadapi (ancaman tenggelam) di Sayung Demak, Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, itu yang top prioritas yang harus segera kita tangani, tapi bukan berarti yang lain tidak. Seluruh pantura atau seluruh di manapun itu kan membutuhkan air baku,” kata Eko, seusai mendampingi gubernur pada kunjungan Duta Besar Belanda untuk Indonesia.

 

Menurutnya, soal manajemen air (water management), memang menjadi tantangan pemprov, termasuk juga pada penyediaan air baku. Sedangkan di wilayah pantura, penggunaan air baku dari air tanah, masih tinggi.

 

“Kalau kita selama ini di pantura itu beban masih menggunakan air tanah, pasti memberikan kontribusi kepada kecepatan pada land subsidence. Nah tugas pemerintah adalah bagaimana secara gradual (berangsur-angsur) mengganti posisi fungsi yang tadinya air konsumsi sehari-sehari dari air tanah dari air permukaan,” bebernya.

 

Upaya yang telah dilakukan pemerintah adalah pendirian Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional kawasan Bregas (Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, Kota Tegal dan Kota Slawi), SPAM Petanglong (Pekalongan, Batang, Kota Pekalongan), Semarang Barat memanfaatkan Waduk Jatibarang, SPAM Dadimuria (Grobogan, Kudus, Pati, Jepara), SPAM Wosusokas (Kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Surakarta, dan Karanganyar) dan SPAM Keburejo (Kebumen dan Purworejo).

 

“Itu kan upaya pemerintah menyiapkan, mendayagunakan air permukaan untuk paling tidak mengganti daripada itu. Itu adalah upaya,” terangnya.

 

Sedangkan kalau banjir rob, kata dia, harus terintegrasi. Contoh, Sayung Demak. Menurut dia, jawabannya dengan tol integrasi laut. Sementara banjir rob Kota Pekalongan, penanganannya perlu dibantu dengan upaya lain seperti menanam mangrove dan sebagainya, supaya ekosistemnya tertata kembali.

 

Eko juga berharap partisipasi masyarakat yang bermukim di daerah pantura. Sebab merekalah yang paham dengan kondisi lingkungan. Seperti halnya, untuk tidak membuang sampah sembarangan.

 

“Pendekatannya, karena kita tahu lingkungan kita, dia (Belanda) punya teknologi, kita integrasikan. Karena intinya water management itu disiplin menjaga elevasi,” pungkasnya. (Ak/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait