Melongok Kerajinan Wayang Kepuhsari Wonogiri

  • 20 Feb
  • bidang ikp
  • No Comments

WONOGIRI – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus menggenjot pertumbuhan ekonomi supaya bisa mencapai tujuh persen. Sektor ekonomi kreatif menjadi satu di antara hal yang didorong. Hal itu menyusul arahan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di Semarang (14/2/2020).

Satu produk ekonomi kreatif adalah kerajinan wayang di Desa Kepuhsari, Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri. Tak tanggung-tanggung, selain produknya diminati negara asing, juga ikut mendongkrak pertumbuhan perekonomian warga lokal.  Seperti apa aktivitas keseharian di sentra pembuatan wayang di Sanggar Asto Kenyo Art Kampung Wayang, Desa Kepuhsari, Wonogiri? Simak hasil liputan Tim Diskominfo Jateng baru-baru ini.

Dua orang perajin tampak sibuk menyelesaikan kerajinan wayang di sentra wayang yang juga Sekretariat Pokdarwis Tetuka itu. Terlihat satu orang menatah kulit kerbau yang telah siap, serta seorang lainnya mewarnai wayang. Di dalam gerai sanggar itu, beragam kerajinan wayang dipamerkan.

Tidak hanya itu, lukisan bergambar wayang berbagai bentuk, juga menghiasi dinding gerai. Di salah satu sudut bagunan, sejumlah ibu tengah menyelesaikan pengerjaan batik tulis bergambar wayang. Sementara di bangunan lain, terlihat warga sedang menatah kulit untuk wayang. Begitulah geliat warga melestarikan kebudayaannya tersebut.

Perwakilan anggota Sanggar Asto Kenyo Art Kampung Wayang, Desa Kepuhsari, Retno Lawiyani menjelaskan, saat ini produksi wayang di sanggar terus berkembang pesat. Bahkan, wayang kerajinan warga Desa Kepuhsari, tidak hanya diminati warga lokal, tapi juga mancanegara.

Hal itu mengindikasikan jika wayang telah berdampak positif pada perekonomian warganya. Warga lokal rata-rata berasal dari kalangan pelajar yang berniat belajar membuat wayang. Sedangkan dari luar negeri ada Inggris, China, Prancis, Jerman, Hungaria, dan lainnya.

“Kampung Wayang masih rintisan, sudah berkembang di sini. Perkembangannya kini cukup terasa di masyarakat. Banyak warga lokal hingga warga mancanegara datang,” kata Retno menuturkan dampak kerajinan wayang terhadap pertumbuhan ekonomi warga.

Dia menjelaskan, dalam satu bulan setidaknya 500 wayang dari produk wayang Kepuhsari terjual. Dengan jumlah produksinya sudah tak terhitung. Apalagi diketahui wayang sudah masuk ke Desa Kepuhsari sejak abad ke-17. Sejak saat itu wayang dibuat secara turun-temurun hingga sekarang.

Retno menceritakan sekilas tentang sejarah wayang di Desa Kepuhsari hingga kini dikenal menjadi Kampung Wayang. Yakni diawali  dalang yang tinggal di desa itu. Dalang tersebut Ki Kondobuono yang akhirnya memiliki anak dalang Ki Gunowasito. Ki Gunowasito memiliki keturunan bernama Ki Prawirodiharjo dengan delapan anak yang semuanya dalang. Tiga keturunan Ki Prawirodiharjo tinggal di Kepuhsari, sehingga seni tatah sungging sayang berkembang di desa ini.

“Dulu wayang masuk ke sini, dalam bentuk gulungan kertas atau daun atau lainnya. Namun kini ganti pemimpin, wayang bisa dinikmati dalam bentuk lain. Bisa dipegang dalam bentuk perorangan,” imbuh dia.

Kerajinan wayang warga desa itu terhitung rapi dan halus. Bahkan pemerintah pernah memesan wayang mereka untuk momen besar, seperti pada momen Asian Games 2018. Sebanyak 65 set suvenir dipesan. Yakni terdiri dari undangan berbentuk gunungan wayang serta wayang Bhin Bhin, Atung, dan Kaka yang merupakan ikon momen itu.

Retno menerangkan ada sekitar 70 orang perajin tatah yang ikut bergabung di sanggar tersebut, baik perajin muda maupun tua. Mereka membuat wayang untuk dijual langsung atau pesanan. Sejumlah dalang ternama pun memesan wayang dari Kepuhsari, seperti Ki Manteb Sudharsono, mendiang Ki Enthus, dan lainnya.

Untuk lebih mengembangkan desanya, Pengelola Kampung Wayang juga meluncurkan paket wisata. Mulai workshop tentang wayang kulit, menginap di homestay warga setempat, belajar tatah sungging wayang, belajar melukis wayang di media kaca, dan masih banyak pilihan lainnya.

Beragam inovasi pun dibuat warga. Seperti lukisan wayang kulit di atas kaca, suvenir-suvenir kecil berbentuk wayang kulit, batik tema wayang, hiasan dinding, kerajinan tangan, dan sebagainya.

Kepala Desa Kepuhsari, Sularjo menjelaskan, Kampung Wayang mulai dikenal setelah diresmikan 2015 lalu. Tercatat, sekitar 140 orang warga menjadi perajin wayang, yang tersebar di beberapa dusun. Pemerintah desa juga terus mengupayakan agar wayang karya warganya bisa lebih baik lagi.  (Ak/Ul, Diskominfo Jateng)

 

Berita Terkait