LRC KJHAM Akui 5NG Efektif Tekan AKI AKB

  • 23 Jul
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5 NG) diakui Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan HAM (LRC KJHAM) sangat efektif menekan Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKI AKB) di Jawa Tengah. Meskipun angkanya belum bisa melampaui target SDG’s, namun sudah bisa menurunkan AKI dan AKB secara signifikan.

“Program Nginceng Wong Meteng itu sangat efektif (menurunkan AKI-AKB) karena di tingkat desa juga digalakkan. Cuma yang belum ada, karena ini didekati dari sisi kesehatan. Tapi dari sisi hubungan kesetaraan dalam perkawinan, misalnya effort kerja-kerja yang harus dilakukan para suami ketika istrinya melahirkan juga harus diedukasi,” tutur Direktur LRC KJHAM Dian Puspitasari saat ditemui dalam Kegiatan Konsultasi Daerah untuk Implementasi SDG’s bertema “Mewujudkan SDG’s yang Responsif Gender, Inklusif, dan Transformatif dalam Kebijakan Pemerintah Daerah” di Aula Kantor Bappeda Jateng, Senin (23/7).

Ditambahkan, perlu edukasi bagi para kepala rumah tangga untuk juga berkontribusi dalam penurunan AKI dan AKB. Yang menjadi persoalan, menurut Dian, perkawinan usia dini di Jateng juga tinggi. Berdasarkan catatannya, pada 2016,  perkawinan usia dini di Jawa Tengah mencapai 30.132 pengajuan. Dari jumlah tersebut, dikabulkan sekitar 2.000 pengajuan.

“Kalau 2.000 ini pasangan anak, ada 4.000 anak di Jateng yang melangsungkan perkawinan. Sementara kita tahu, perkawinan anak berdampak negatif bagi kesehatan, terjadinya KDRT, dan angka kemiskinan karena pendidikannya tidak cukup, kemampuannya bersosialisasi dan hidup bermasyarakat juga belum cukup,” urai dia.

Dian berpendapat, pemerintah perlu menjadikan pencegahan pernikahan usia dini sebagai titik masuk untuk menyelesaikan berbagai persoalan lain yang berkaitan dengan dampak pernikahan dini itu.

Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP menyampaikan, pada awal kepempinannya, daerah tertinggi AKI dan AKB adalah Brebes dan Kota Semarang, di mana dua daerah tersebut kondisinya sangat berbeda. Brebes sangat miskin, dan Kota Semarang sangat kaya dengan fasilitas kesehatan sangat baik.

Setelah dianalisis, kata Ganjar, persoalannya ada pada komunikasi dalam menangani ibu hamil. Maka pada 2016, dibuatlah program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng yang menggandeng bidan, kades, dan perguruan tinggi dengan one student one client-nya. Program itu untuk mengajak semua orang peduli pada ibu hamil.

“Berbagai cara dibuat. Perguruan tinggi tak ajak, terus buat program one student one client. Tapi agar gampang diingat, saya buat nginceng wong meteng. Perhatian sama orang hamil. Setelah itu ternyata perhatian jadi tinggi, orang jadi tahu, sehingga turun signifikan,” katanya

Penurunan AKI yang tinggi, disebut Ganjar sebagai keberhasilan, meskipun belum mencapai angka SDG’s. Jajarannya akan terus mengejar agar sampai pada angka SDG’s sebesar 70 per 100 ribu kelahiran hidup.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jateng, pada 2017, penurunan AKI di angka 88,58 per 100 ribu kelahiran hidup. Pada 2013, AKI masih di angka 118,62 per 100 ribu kelahiran hidup. Pada 2014 sempat naik, tapi setelahnya turun terus.

Demikian pula Angka Kematian Balita (AKB). Lima tahun yang lalu, AKB Jawa Tengah tercatat 10,41 per 1.000 kelahiran hidup. Pada 2017 sudah turun menjadi 8,93 per 1.000 kelahiran hidup. Sementara angka kematian bayi, turun dari 11,8 jadi 10,47 per 1.000 kelahiran hidup.

 

Penulis : Rt, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

 

 

 

Berita Terkait