LPPL Harus Jadi Oase bagi Warga di Tengah Disrupsi Informasi

  • 30 Aug
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Di tengah disrupsi informasi dan pandemi Covid-19, Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) harus menjadi oase bagi warga di tengah disrupsi informasi, khususnya saat pandemi Covid-19. Mereka diharapkan hadir dan memberi semangat optimisme kepada masyarakat.

 

Hal itu disampaikan Wakil Sekretaris Jendral Persatuan Radio dan TV Publik Seluruh Indonesia (Indonesia Persada) Rita Triana, saat dialog publik bertema “Peran Radio sebagai Media Informasi dan Hiburan di Era Pandemi”, yang diselenggarakan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Tengah secara daring, Senin (30/8/2021). Menurutnya, untuk menjadi oase bagi warga di tengah disrupsi informasi, LPPL dituntut menyajikan informasi bermutu, karena bisa memanfaatkan sumber informasi dari pemerintah daerah, sekaligus menggali akar rumput masyarakat.

 

Ditambahkan, kelahiran LPPL dari rahim Pemda yang disokong DPRD merupakan keunggulan, yang tidak didapat oleh lembaga penyiaran swasta. Karenanya, di tengah pandemi seperti ini, LPPL harus hadir dan memberi optimisme. Hal itu dapat diwujudkan dengan pemberian informasi langsung dari sumber pertama di pemerintahan. Selain itu, umpan balik dari masyarakat mutlak disertakan, sebagai respon dari kebijakan pemerintah yang digaungkan oleh LPPL.

 

“Kita bisa mengembangkan development journalism, yakni jurnalisme yang memberi penyejuk, sebagai rujukan informasi dan bangkitkan optimisme di tengah banjir informasi,” sebutnya.

 

Pada kesempatan itu, Rita menyebut LPPL bukan tidak boleh menyampaikan kritik. Menurutnya, kritik penting sebagai evaluasi keefektifan dari program pemerintah.

 

“Kita bisa menyampaikan kritik dengan kemasan berbeda. Kritik bisa disampaikan secara santun. Semisal kita menyampaikan SOP pada dinas-dinas, lalu kita buka suara dari masyarakat mana yang puas dan mana yang belum puas,” imbuhnya.

 

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Tengah Riena Retnaningrum mengatakan, LPPl dalam hal ini radio merupakan medium penyampai informasi yang efektif. Ia mengajak seluruh LPPL di Jateng untuk dapat menyosialisasikan protokol kesehatan, guna mencegah penularan Covid-19.

 

Manager Produksi Suara Surabaya Eddy Prasetyo menyampaikan hal senada. Menurutnya, suara publik adalah bentuk dari pemberdayaan warga.

 

“Di Suara Surabaya kami menyampaikan kritik tidak secara frontal. Kita mengajak semua pihak mencapai solusi tapi tidak dengan sakit hati,” ucapnya.

 

Untuk mencapai hal tersebut, radio yang telah berdiri sejak media 1980 itu memanfaatkan bidang riset dan pengembangan (research and development). Itu dicapai dengan menggandeng analis media swasta, maupun memanfaatkan tim riset dari internal Suara Surabaya.

 

Dari riset tersebut, banyak dihasilkan acara yang menjaring lebih banyak pendengar. Selain itu, diketahui pula segmentasi pendengar radio tersebut. Di era digital, Suara Surabaya pun memanfaatkan media sosial.

 

“Kita mempunyai program yang disiarkan secara hybrid. Baik itu siaran terestrial atau menggunakan kanal media sosial seperti Youtube, Facebook, Instagram bahkan Tik Tok. Hasilnya, dapat menjaring pendengar lebih luas. Tidak hanya dari siaran terestrial maupun medsos,” urainya.

 

Terakhir, Eddy menyebut berbagai platform siaran yang dipakai oleh Suara Surabaya tujuannya untuk mendapatkan kepercayaan publik. Hal itu dibuktikan dengan ratusan masyarakat yang mengakses saluran telepon radio tersebut, untuk menanyakan pelayanan publik.

 

Platform digital adalah alat, goals kita adalah mendapatkan trust dan pengaruh. Kedua hal itu kita pertahankan dengan konten kreatif, konten populer, dan konten yang kita kemas menurut riset,” pungkas Eddy. (Pd/Ul, Diskominfo Jateng)

 

Berita Terkait