Kampus Mesti Jadi Ibu Komunikasi

  • 03 Oct
  • Prov Jateng
  • No Comments

Salatiga – Kemajuan teknologi informasi yang pesat tak berarti memutus komunikasi. Kondisi itu justru menjadi tantangan, termasuk untuk tetap menjaga kebersamaan dan kemajemukan bangsa.

Saat Pembukaan Konferensi Nasional Komunikasi dalam rangka Lustrum Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (Aspikom) Tahun 2017, di Balairung Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Selasa (3/10), Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP melalui Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Tengah Dadang Somantri, menyampaikan komunikasi tidak dapat dihindari. Sebab, setiap orang membutuhkan komunikasi sebagai koordinasi dan penyambung lidah antarmanusia.

Diakui, komunikasi sebagai sains berkembang sangat pesat seiring perkembangan masyarakat, teknologi dan globalisasi informasi. Aplikasi komunikasi sebagai sebuah ilmu, telah melampaui perkiraan atau prediksi para ilmuwan. Artinya komunikasi tidak berhenti di tempat, namun berevolusi menyesuaikan kebutuhan manusia, khususnya dalam tataran praktis.

Di satu sisi, imbuhnya, teknologi digital membantu meringankan pekerjaan awak media massa. Tetapi di sisi lain justru konsumsi media massa menurun, sehingga menyebabkan beberapa media massa berhenti berproduksi atau beroperasi. Namun, menurunnya konsumen media massa, tidak serta merta meningkatkan pengakses media dalam jaringan (daring) atau biasa disebut online. Peningkatan pengguna internet pun tidak berbanding lurus dengan jumlah pengguna media daring.

“Ternyata media utama masyarakat kita saat ini adalah media sosial, bukan media daring yang telah menjadi kekuatan baru dalam kancah komunikasi sosial di dunia. Maka, saat ini, kita tengah dihadapkan pada situasi euforia keterbukaan informasi publik yang kadangkala kebablasan. Apalagi dengan maraknya kehadiran media sosial,  membuat setiap orang bisa mengkomunikasikan opininya setiap saat di manapun berada, dan feedback-nya pun dapat langsung diterima,” jelas Dadang.

Dikatakan, fenomena itu juga merambah berbagai kalangan, termasuk elite politik. Hal tersebut tidak salah, bahkan Gubernur mendorong kawan-kawan birokrasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah agar terbiasa memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi untuk melakukan koordinasi, tidak harus langsung bertemu. Cara itu lebih efisien dan terbukti cukup efektif.

Namun ironisnya, banyak pula pihak yang memanfaatkan ruang komunikasi publik di media massa maupun media sosial tidak seperti seharusnya, misalnya, saling serang di ruang publik. Belum lagi tayangan di media televisi yang cenderung mementingkan pencarian keuntungan walau kontennya tidak mendidik. Kondisi tersebut dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

“Inilah tantangan bagi para akademisi komunikasi, bagaimana lembaga pendidikan tinggi komunikasi dapat berkontribusi terhadap persoalan komunikasi sosial ini. Persoalan ini mesti benar-benar dibahas bersama para pakar konferensi nasional. Harapannya, ada ide-ide keren yang muncul, sebagai langkah tindak untuk menyikapi persoalan-persoalan perkembangan ilmu komunikasi tersebut. Kampus mesti jadi ibu komunikasi, bagi seluruh elemen bangsa,” tandasnya. (Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait