Jangan Jadi “Brosur” di Medsos

  • 28 Jun
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Kaku dan normatif, kesan itu seringkali muncul dari masyarakat menanggapi konten media sosial pemerintahan. Akibatnya, tak banyak pengguna internet (netizen) yang merespons medsos pemerintahan, sehingga informasinya kadang terlewatkan.

Menurut Co Founder GDILab Jefri Dinomo, komunikasi dengan pengikutnya mutlak dilakukan oleh pengguna medsos, tak terkecuali pada akun pemerintahan. Komunikasi harus terbangun dengan gaya yang menyesuaikan dengan zamannya.

Ditambahkan, admin medsos pemerintahan seringkali terjebak mengunggah informasi dengan caption yang yang kaku, khas bahasa birokrasi. Bahkan ada pula yang tidak merespons komentar netizen. Jika seperti itu, kurang dari satu atau dua bulan akun tersebut akan ditinggalkan pengikutnya.

“Komunikasi apa pun medianya, bukan masalah siapa yang pegang, umur berapa, jabatannya apa, tapi bagaimana bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman,” ujarnya pada Pelatihan Admin Medsos yang diselenggarakan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Tengah, di Han’s Kopi Jalan Veteran Semarang, Jumat (28/6/2019).

Pria yang akrab disapa Uje ini mengapresiasi upaya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang membuka komunikasi dengan masyarakat melalui medsos. Ganjar pun sering mengajak ngobrol pengikutnya dengan sapaan hangat. Sikap responsif semacam itu yang mesti diikuti oleh SKPD lain, agar meraih kepercayaan publik.

“Dulu orang komplain melalui surat pembaca. Sekarang, 80 % komplain melalui twitter. Butuh respons cepat agar masyarakat tetap percaya dengan pemerintahan. Sapaan akrab kepada netizen sangat diperlukan. Jangan takut di-bully karena di-bully bukan berarti berdosa. Justru di-bully kadang bisa bikin makin terkenal. Yang jelas, beri informasi yang benar,” beber Uje.

Praktisi Medsos Eko Kuntadhi menambahkan, meski menjalankan akun pemerintahan, admin mesti selincah saat memainkan akun personalnya, tanpa menghilangkan semangat menyampaikan informasi dengan benar. Anggap saja akun itu ada orangnya, dan berkomunikasilah dengan manusia. Foto dan video yang diunggah boleh saja sama, tapi caption masing-masing pengunggahnya harus beda. Ada dua hal yang menurutnya bisa diterima medsos, yang bercanda dan mengharukan atau human interest.

“Bisa dimainkan ke segala arah, bisa mainkan imajinasi. Jangan khawatir di-bully karena kita tidak bisa berharap publik punya respons yang sama. Mental teman-teman harus siap. Mentalitas takut salah, takut kejeblos, tidak cocok di medsos. Tapi, hati-hati tetap iya,” tegasnya.

Eko juga mengingatkan agar informasi di medsos jangan menjadi brosur. Jangan hanya memberikan informasi formal tanpa respons. Berikan sentuhan personal pada informasi yang diberikan, sekaligus menunjukkan di belakang akun tersebut ada orang yang memiliki rasa, bukan robot.

“Sentuh orangnya, informasi pun harus benar, jangan hoaks. Tempatkan seperti jika ada orang yang meminta keterangan atau informasi, kita terangkan. Ada empati, penghargaan, dan nilai. Jangan jadi brosur,” pesannya.

Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Tengah Riena Retnaningrum menyampaikan medsos harus memiliki manfaat bagi masyarakat. Sampaikan semua yang sudah dilakukan SKPD kepada publik. Admin medsos pun idealnya mesti tahu tugas pokok dan fungsi (tupoksi), isu aktual, program prioritas dan kebijakan pimpinan yang dilakukan SKPD.

“Masing-masing admin harus jadi salesnya SKPD. Minimal wajib menayangkan dua prioritas kegiatan masing-masing. Buat foto, tulisan, atau vlog yang menarik dan dibutuhkan masyarakat. Kita harus tahu gaweannya SKPD kita apa. Dan kita harus punya mindset yang sama. Pilih bahasa yang casual, yang penting masyarakat tahu negara hadir di tengah mereka,” tandasnya. (Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait