“Jamu” Jelly Jahe, Sasar Kalangan Anak

  • 20 Apr
  • bidang ikp
  • No Comments

Rembang – Penjual jamu masih cenderung identik dengan ibu-ibu, yang biasanya menjajakan dengan digendong atau membawa keranjang jamu di sepeda. Namun, apa jadinya jika perempuan muda berparas cantik, dengan body tinggi semampai yang menjajakan jamu?

Keberadaan Denok Semarang di salah satu stand Festival Jamu dan Kuliner 2018 di Alun-alun Kabupaten Rembang, mencuri perhatian pengunjung. Apalagi, pemenang ajang pemilihan duta wisata itu ikut melayani pembeli. Pengunjung pun berbondong-bondong memadati stand dari Kota Semarang tersebut. Ada yang benar-benar mencoba dan membeli jamu, tapi ada pula yang sekadar minta berfoto.

Bu Sum, pengusaha jamu asal Semarang menyatakan sengaja menggandeng Denok Semarang untuk menarik perhatian pengunjung. Strateginya itu membuahkan hasil. Belum lama dibuka, sejumlah produk jamu yang dipajangnya ludes.

Ya, dalam acara yang digelar mulai Kamis (19/4) malam sampai Sabtu (21/4) tersebut, peserta memang berupaya menampilkan jamu dalam sajian yang berbeda. Jika dulu jamu yang dikenal hanya jamu seduh, sekarang semakin banyak inovasi yang ditawarkan. Terbanyak, jamu instan dengan variasi bahan dan kemasan. Tentu, dengan tetap memperhatikan khasiatnya.

Festival itu dibuka Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Jawa Tengah yang diwakili Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Provinsi Jawa Tengah, Urip Sihabudin dan Bupati Rembang Abdul Hafidz, Kamis (19/4) malam, dengan menumbuk lesung dan pemotongan pita.

Baun, pengunjung asal Semarang yang terhitung jarang mengonsumsi jamu, setibanya di tempat tersebut justru tertarik dengan bir pletok. Meski sudah sering mendengar nama bir pletok, tetap saja dia penasaran dengan rasanya.

“Namanya aneh, tapi rasanya ternyata enak juga. Hangat, tidak terlalu pedas juga,” ujarnya.

Tak hanya membidik pasar generasi muda melalui jamu yang “enak”, produsen berupaya berinovasi menciptakan jamu dalam bentuk lain. Beberapa yang menarik perhatian adalah jelly jahe dan cookies jahe, panganan yang lebih banyak dikonsumsi anak-anak.

“Cobain jelly jahenya untuk anak saya. Lumayan, biar tidak batuk juga,” kata Shofa, warga Rembang.

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Jawa Tengah yang diwakili Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Provinsi Jawa Tengah, Urip Sihabudin, menyampaikan, melalui Festival Jamu dan Kuliner, diharapkan akan semakin mendongkrak potensi dan pemasaran jamu. Apalagi, selama ini kehadiran jamu bisa menopang kehidupan masyarakat, khususnya dalam penyerapan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran.

Di samping itu, imbuhnya, masyarakat semakin terbiasa berbudaya hidup sehat, dengan mulai dikampanyekan back to nature. Bahkan sejumlah rumah sakit ada yang menggunakan “obat” tradisional. Untuk itu, sudah semestinya jamu tradisional menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Inovasi sangat diperlukan agar jamu semakin dikenal, khususnya di kalangan anak-anak. Dia menyambut baik sejumlah inovasi sajian jamu, seperti es krim jamu, roti isi jamu, dan sebagainya. Ada pula kafe jamu, klinik konsultasi jamu, yang membuat jamu “naik kelas”

Ditambahkan, festival tersebut diikuti oleh perwakilan pengusaha jamu dari 35 kabupaten/ kota seluruh Jawa Tengah. Tema yang diusung “Melestarikan Jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda”. Dari pameran tersebut, diharapkan akan tercapai transaksi senilai Rp 700 juta selama pameran berlangsung.

Selama tiga hari, pengunjung bebas masuk di area festival secara gratis. Pengunjung juga bebas mencicipi tester jamu yang disediakan. Tak hanya pameran stand-stand jamu dan kuliner, dalam kegiatan itu juga diselenggarakan pemilihan Duta Jamu Jawa Tengah 2018, lomba masak, pagelaran seni dan berbagai lomba lainnya. (Sb/Ul, Diskominfo Jateng)

 

Berita Terkait