Hidupkan Kembali Kesenian Daerah yang Mengedukasi

  • 29 Apr
  • bidang ikp
  • No Comments

Salatiga – Apa yang terjadi jika seorang putri yang tidak direstui sang ayah dengan kekasih pilihannya, karena beda suku? Sedih pastinya. Apalagi jika si ayah malah menyiapkan pesta pernikahan putrinya dengan orang pilihan yang satu suku.

Kowe iki anake Bapak, kudu manut karo wong tuwa. Sing dadi pilihane Bapak kuwi wong sugih, wong sak Jawa, sak agama (kamu itu anak bapak, harus menurut dengan orang tua. Yang jadi pilihan bapak itu orang kaya, sesama orang jawa, satu agama),” ujar si ayah.

Kinanti, putrinya menolak dijodohkan karena sudah memiliki pilihan hati dari suku Batak, bahkan sudah dilamar kekasihnya. Alih-alih menerima, Kinanti dan sang kekasih pun mempunyai rencana membatalkan rencana ayahnya tepat di hari pernikahan, karena perempuan itu mengetahui kalau calon pilihan ayahnya terlibat narkoba.

Setelah tertangkap polisi, si ayah menyetujui pilihan putrinya untuk menikah dengan kekasihnya. Di akhir cerita disampaikan pesan, apapun suku atau agamanya, bangsa Indonesia harus bersatu.

“Saudara sebangsa dan setanah air, jadilah Islam namun bukan jadi Arab, jadilah Kristen dan Katolik namun bukan Yahudi, jadilah Hindu dan Budha tapi bukan India, jadilah Konghucu akan tetapi tidak Cina. Tapi jadilah Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu namun tetap Indonesia,” ujar seorang pemain yang memerankan tokoh mantan Presiden pertama Soekarno.

Cerita dengan tema Bhinneka Tunggal Ika itu disampaikan Forum Komunikasi Media Tradisional (FK Metra) Kabupaten Boyolali, pada Seleksi Pertunjukan Rakyat di Pendapa Pakuwon Setda Kota Salatiga, Sabtu (27/4/2019). Seleksi tersebut merupakan putaran pertama pada 2019, yang diikuti lima perwakilan FK Metra, yakni Kabupaten Pati, Semarang, Boyolali, Grobogan dan Kota Salatiga.

Kegiatan itu juga menarik antusiasme pelajar. Meski kehadiran mereka karena digerakkan gurunya, tapi mereka terlihat sangat menikmati pertunjukan kesenian tradisional. Oktaviani (16) misalnya, siswa MAN di Salatiga ini terlihat antusias menonton ketoprak secara langsung, karena selama ini dia hanya bisa menonton sajian serupa di televisi.

Ia mengungkapkan kegiatan tersebut bagus. Tak hanya menjaga agar kebudayaan tradisional tidak hilang, tapi juga mengenalkan secara langsung kesenian tradisional kepada generasi muda sepertinya.

Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Tengah Setyo Irawanan menyampaikan FK Metra bukan seni budaya semata, namun lebih pada penyampaian informasi dan edukasi kepada publik, terutama masyarakat di pedesaan.

“FK Metra itu dikelola di Dinas Kominfo, karena dalam penampilannya kita lebih banyak berorientasi dalam penyampaian informasi publikasi. Untuk penyampaian publikasi informasi kepada masyarakat di desa-desa dan pelosok, lebih cepat menggunakan bahasa dan kesenian setempat,” jelas Setyo

Disampaikan, dalam festival tersebut, peserta jangan hanya berorientasi pada kemenangan. Yang lebih penting justru bagaimana pesan bisa tersampaikan kepada masyarakat melalui kesenian tradisional.

“Kepada para peserta selamat berlomba. Juara itu bonus, yang penting kita bisa menghidupkan kembali kesenian daerah serta digunakan untuk publikasi informasi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah,” tandasnya. (Di/ Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait