Harapkan Produknya Jadi Batik Khusus Disabilitas se-Indonesia

  • 14 Dec
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Dengan perlahan, tangan Dwi Handayani menggoreskan canting di selebaran kain putih yang berada dipangkuannya. Motif daun pun dipilih untuk tema batik pada kainnya.

Ya, Dwi Handayani adalah seorang disabilitas pengrajin batik dari Paguyuban Warsamundung Kabupaten Magelang. Di sela-sela membatik, ia menceritakan awal mula tertarik membatik. Wanita itu langsung jatuh hati saat melihat pengrajin batik yang dengan tekun dan ulet membatik.

“Saya penasaran dan tertantang sehingga mempraktikannya dengan segala keterbatasan yang saya miliki,” ujar Dwi dengan senyum ramahnya.

Diakui, awal membatik sangatlah susah. Bersama rekan komunitas disabilitas dan dibimbing oleh guru di Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta, Dwi belajar membuat garis, dan pola batik yang bagus. Dibutuhkan kemauan keras hingga enam bulan kemudian dia bisa menguasai keterampilan itu.

Semua upaya keras tersebut terbayarkan saat produknya bisa menghasilkan uang. Batik dengan panjang dua meter per potongnya dijual dengan harga Rp 300 ribu. Sebagian keuntungan dari penjualan, digunakan untuk membantu disabilitas lainnya.

“Kami jual kain batik Rp 300 ribu per potongnya. Bagi masyarakat yang ingin membelinya, bisa langsung datang ke Paguyuban Warsamundung Kabupaten Magelang,” bebernya.

Dia berharap agar seluruh penyandang disabilitas dapat menunjukkan kemampuan dan membentuk komunitas. Serta mampu hidup mandiri agar tidak merepotkan orang lain.

Hal senada juga disampaikan Susi, yang menjadi pengurus harian Paguyuban Warsamundung. Dia menyampaikan apresiasi kepada Pemprov Jateng melalui Dinas Sosial, yang telah membantu paguyubannya, mulai dari bantuan canting, pewarna kain, serta memberikan pelatihan mencanting secara berkala. Susi berharap kelak motif batiknya mampu menjadi batik khusus disabilitas di seluruh Indonesia.

“Untuk itu, saya minta pemerintah terus memperhatikan nasib masyarakat penyandang disabilitas. Hal ini agar disabilitas mampu mandiri, tidak dipandang sebelah mata atau diremehkan,” harapnya.

Tak hanya batik, Paguyuban Warsamundung juga memproduksi kerajinan lainnya seperti kerajinan berbahan dasar bambu dan alumunium.

Di sisi lain, Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Mental Samekto Karti Pemalang juga membuka stan yang menampilkan kerajinan dari pengemis, gelandangan, orang terlantar (PGOT), eks psikotik dan lanjut usia terlantar binaan panti.

Kepala Panti Pelayanan Sosial Disabilitas Mental Samekto Karti Pemalang Sudarman SH MM menyampaikan, pihaknya menampilkan para penerima manfaat terbaik yang dapat membuat produk kerajinan seperti tas, pakaian, mukena, bantal, guling, dan roti. Harapannya kelak, mereka bisa berkarya lebih dengan skill yang mereka miliki.

“Kami bina mereka. Kami punya instruktur, kami biayai untuk membuat karya, alhamdulillah produk mereka lumayan laris terjual. Pengunjung banyak yang membeli,” ujarnya.

Dikatakan, saat ini pihaknya sudah semakin banyak memroduksi aneka kerajinan. Ke depan dia ingin para penerima manfaat mempunyai bapak angkat untuk bisa menampung hasil karya mereka.

“Jadi bisa dipasarkan melalui agen, agar mereka bisa dicarikan akses pasarnya,” jelas Sudarman.

Dalam kesempatan tersebut, juga diumumkan stan terbaik pada pameran tersebut, yang diberikan kepada Pemerintah Kota Magelang. Kepala Dinas Sosial Kota Magelang Hardi Siswantono mengatakan, stannya menampilkan produk handycraft hasil siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Komunitas Disabilitas Kota Magelang. Menurutnya, disabilitas harus bisa berkarya dan mampu mengaktualisasi diri mereka.

“Mendapatkan penghargaan sebagai stan terbaik sangat membanggakan untuk kami. Penghargaan ini saya dedikasikan kepada seluruh komunitas disabilitas di Magelang. Kami bangga dengan kalian semua,” ungkap Hardi. (Fh/ Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait