Tekan Biaya Produksi Hingga 10%, Petani Sukoharjo Terapkan “Digital Farming”

  • 09 Jun
  • yandip prov jateng
  • No Comments

SUKOHARJO – Petani di Kabupaten Sukoharjo mulai menerapkan konsep digital farming atau pertanian digital. Program tersebut merupakan hasil kerja sama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo.
Percontohan pertanian digital dilakukan oleh KUB Kepodang Topo Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, yang melakukan panen raya bersama Bupati Sukoharjo Etik Suryani, Rabu (7/6/2023).
Bupati Etik menyampaikan, pihaknya senantiasa mendorong petani untuk lebih modern. Untuk itu, modernisasi teknologi pertanian dianggap perlu, salah satunya dengan memulai digital farming, yang digadang-gadang membawa banyak keuntungan bagi petani.
“Penggunaan digital farming bagi petani ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam mengelola biaya produksi, serta meminimalisasi risiko gagal panen akibat perubahan iklim dan serangan organisme pengganggu tumbuhan. Sehingga, keuntungan yang diterima petani akan meningkat,” terangnya.
Menurut Etik, pertanian digital yang dikenal dengan istilah pertanian pintar atau pertanian elektronik, merupakan metode pendampingan budi daya tanaman berbasis data, yang dapat dianalisis secara sains dan melibatkan berbagai teknologi dalam prosesnya. Termasuk, pengolahan lahan, identifikasi cuaca, pemilihan benih unggul, proses penanaman, proses panen, hingga pemasaran.
“Agar digital farming ini dapat diterapkan oleh petani, maka perlu adanya sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan, dari awal sampai akhir masa budi daya,” ujar bupati.
Kepala Kantor Perwakilan BI Solo, Nugroho Joko Prastowo, menyampaikan, Bank Indonesia memberikan bantuan alat digital pembaca tanah, yang berfungsi untuk mengetahui secara pasti zat yang terkandung dalam tanah. Alat pembaca tanah tersebut akan memudahkan petani dalam mengambil tindakan, untuk mengembalikan kondisi tanah yang sesuai.
“Dengan alat pembaca tanah akan diketahui kekurangan zat yang dimiliki tanah, sehingga petani bisa mengambil tindakan pemupukan yang tepat,” ujarnya.
Terkait alat digital dari BI tersebut, Joko mengatakan, yang penting adalah penggunaan dan treatment setelah ada rekomendasi dari alat tersebut. Dibutuhkan pendampingan bagi petani, ketika akan melakukan tindakan yang tepat.
Dengan penggunaan alat digital pembaca tanah ini, katanya, dapat mengurangi ongkos produksi hingga 10 persen, dan menaikkan produktivitas sampai 12 persen, sehingga benefit yang diterima oleh petani meningkat hingga 20 persen. Hasil dari klaster yang telah menggunakan alat digital tersebut, dapat direplikasi oleh klaster lain.
“Jadi alat digital ini memudahkan petani yang semula tradisional dengan sistem kira-kira, sekarang tidak lagi karena ada rekomendasi yang lebih scientific,” ujarnya.

Penulis : Kontributor Sukoharjo
Editor: WH/Ul, DiskominfoJtg

Berita Terkait