Portal Berita
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Sinau Toleransi dan Keberagaman dengan Cak Nun
- 28 Aug
- yandip prov jateng
- No Comments

BANJARNEGARA – Resepsi peringatan Hari Jadi ke-187 Kabupaten Banjarnegara menghadirkan budayawan kondang Emha Ainun Nadjib dan gamelan Kyai Kanjeng. Puncak acara bertajuk Sinau Bareng Caknun digelar di alun-alun Banjarnegara Sabtu malam minggu, 25 Agustus 2018.
Sejak isya’, ribuan jamaah sudah menyemut di alun-alun Banjarnegara, sebagian berusaha merubung panggung utama. Mereka berbondong-bondong datang bukan hanya dari Banjarnegara, namun dari Wonosobo, Purbalingga, Cilacap, Banyumas, Kebumen, dan daerah lain di Jawa Tengah. Antusiasme mereka sangat tinggi untuk menghadiri Sinau Bareng Cak Nun ini. Anak-anak remaja dan barisan generasi milenial pun nampak berada di deretan depan.
Gegap gempita menyeruak ketika Cak Nun hadir, beriringan dengan Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono dan rombongan. Sholawat pun langsung dikumandangkan Emha diiringi orchestra Kiai Kanjeng yang memadukan instrumen musik modern dengan pirnati gamelan pentatonis. Musik dan syiar mengalun harmonis khas Kiai Kanjeng. Di beberapa bagian dominasi saron dan gamelan sebagai melodi terdengar dinamis, namun tetap selaras dan menyejukkan siapapun yang mendengarnya.
Kumandang sholawat usai dan Cak Nun mulai menyapa hadirin dengan tema toleransi dalam beragama. Menurut Mbah Nun, panggilan akrabnya yang lain, setiap orang hendaknya meghargai dan menjaga kemerdekaan orang lain untuk menjalankan syariat agamanya atau alirannya. Dengan kata yang lebih jelas, teologi agama-agama tak perlu dipertengkarkan, biarkan masing-masing pada keyakinannya, biarkan berjalan selaras, tidak usah saling menyalahkan dan mencari kebenaran pribadi maupun kelompoknya.
Ia mencontohkan lagu “Burung Kakak Tua” dan “Topi Saya Bundar” yang baru dinyanyikan masyarakat dipandu vokalis Kiai Kanjeng. Dua lagu dengan melodi yang sama namun syair berbeda itu bisa dinyanyikan bersama dengan musik yang sama. Juga pada lagu “Kodhok Ngorek” dan “Lihat Kebunku”, meskipun melodi dan syair berbeda, tetap bisa selaras kalau masing-masing menghormati pakemnya.
“Nek dadi bebek yo ora usah moni pitik nek ketemu pitik, nek dadi wedhus yo ora usah moni meong-meong nek ketemu kucing ben diarani wong apik,” begitu Mbah Nun menganalogikan, “Banyak jalan untuk beragama dengan damai dan penuh toleransi.”
Cak Nun kemudian membuat simulasi dengan mengajak jamaah untuk ikut berfikir. Sekitar 12 remaja dari generasi milenial didaulat membentuk tiga kelompok yang dinamainya kelompok dawet, opak dan mendoan. Mereka disuruh saling kenal dan berdiskusi masalah hak, kewajiban, toleransi serta berbagai masalah aktual negeri ini. Di bagian akhir acara, mereka kembali maju ke panggung untuk menyampaikan konklusi.
“Saya salut dengan adik-adik ini. Pemikirannya sangat bagus, semoga bisa mempertahankan pemikirannya jika kelak jadi pemimpin. Inilah tujuan sinau bareng, salah satunya agar tercapai kecerdasan dan kemajuan kolektif,” puji Cak Nun usai mereka membacakan kesimpulan dan pemikirannya.
Sementara itu Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono, saat diminta Cak Nun menyapa masyarakat mengatakan, Sinau Bareng menjadi wadah bagi masyarakat untuk berbarengan, kebersamaan, dan bersaudara. Senada dengan bupati, dandim 0704 Letkol (Inf.) Bagas Gunanto yang mengatakan bahwa persatuan dan toleransi adalah benteng agar Banjarnegara dan bangsa ini kokoh tak bergeming kalau ada apa-apa yang berlangsung di Indonesia yang sifatnya memecah-belah.
Di panggung utama yang megah namun rendah itu, Emha Ainun Nadjib didampingi Bupati Banjarnegara beserta Ibu Marwi Budhi Sarwono, Wakil Bupati beserta Ibu Kristiani Syamsudin, Sekda Banjarnegara beserta Ibu Sri Rejeki Indarto, anggota Forkompinda, pimpinan DPRD Banjarnegara, masing-masing beserta Ibu, serta tokoh agama dan tokoh masyarakat. (Muji Prasetyo).