Portal Berita
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Sastrawan Pinggiran Banyumas Berkarya “Di Desa Berpuisi”
- 09 Nov
- yandip prov jateng
- No Comments

BANYUMAS – Di tengah sepinya kegiatan sastra tingkat nasional akibat pandemi, kehadiran berbagai kegiatan sastra dan literasi di tingkat daerah hingga komunitas,
menjadi sarana efektif untuk mendorong perlindungan dan pengembangan sastra dari pinggiran.
Hal tersebut disampaikan tiga penyair nasional yaitu Bambang Widiatmoko, Tri Astoto Kodarie dan Badarudin Amir saat acara sastra bertajuk ‘Di Desa Berpuisi’ yang diinisiasi oleh Komunitas Orang Pinggiran Indonesia (KOPI) di Presiden Geguritan, Wanto Tirta Desa Kracak, Kecamatan Ajibarang, Sabtu (7/11/2020) malam.
Dalam acara tersebut, diluncurkan tiga buku puisi yaitu Mubeng Beteng karya Bambang Widiatmoko, Tarian Pembawa Angin karya Tri Astoto Kodarie dan Di Desa Berpuisi antologi tiga penyair dan KOPI. Selain peluncuran buku dan pembacaan puisi bersama, mereka juga berbagi pengalaman saat mengikuti Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (Munsi) III di Jakarta pekan lalu.
Bambang Widiatmoko mengapresiasi sejumlah kegiatan sastra yang dilaksanakan dari tingkat nasional, daerah, hingga komunitas sastra di wilayah pelosok desa.
“Di tengah pandemi saat ini, tidak seluruh agenda sastra dapat terselenggara dengan tatap muka langsung. Di masa pandemi, terbilang menjadi suatu kemewahan
dan keistimewaan tersendiri,” katanya.
Menurut Bambang, banyak acara lain yang gagal karena dinilai tidak aman secara kesehatan. Seperti contohnya Borobudur Festival terpaksa dilaksanakan daring, kemudian Festival Bintan, Kepulauan Riau.
“Terakhir Peringatan Hari Puisi Indonesia yang seharusnya puncak acara 26 Juli, ternyata sampai sekarang belum ada kepastian dilaksanakan kapan karena Jakarta masih diberlakukan PSBB dan sebagainya,” jelasnya.
Bambang pun berpendapat, kegiatan sastra idealnya dapat dilaksanakan tidak hanya bersifat nasional, tetapi diharapkan dapat dilaksanakan di tingkat lebih bawah lagi baik kabupaten hingga komunitas-komunitas sastra.
Ia menambahkan, gerakan sastra yang dilaksanakan di tingkat daerah hingga level komunitas dinilai efektif dalam menampung, mengembangkan, dan akhirnya dapat mendongkrak kuantitas dan kualitas karya sastra dari para peminat sastra.
“Dengan kegiatan seperti ini, sastra akan semakin membumi. Mereka semakin terayomi, terlindungi dan terarahkan menuju kualitas yang lebih baik. Ketika berkumpul seperti ini, kita menjadi tahu bahwa, karya mereka sudah cukup banyak, namun kualitasnya perlu ditingkatkan. Kami juga memerlukan festival sastra, membuat antologi bersama dan sebagainya,” jelas penyair asal Jakarta yang telah malang melintang sebagai inisiator, penggagas dan penggerak berbagai even sastra dan literasi berskala nasional maupun daerah ini.
Sementara itu penyair asal Sulawesi Selatan, Badarudin Amir mengatakan, geliat sastra daerah dan komunitas saat ini terbilang cukup bagus. Ia mencontohkan, di wilayahnya telah beberapa kali even sastra yang mengangkat dan berbasis dari kekayaaan tradisi lokal digelar.
Menurutnya, hal ini pun cukup efektif untuk mendorong dan menampung minat bersastra dari warga daerah, dan komunitas sastra yang tidak mungkin seluruhnya tertampung dalam even sastra tingkat nasional yang terbatas.
“Di tempat kami ada Festival La Galigo dan juga berbagai kegiatan sastra lainnya. Jadi kegiatan ini menjadi sarana kami, untuk bisa mendorong regenerasi minat sastra Indonesia sekaligus menjaga kekayaan tradisi lokal yang ada. Karena tidak dapat dipungkiri, banyak bahasa ibu yang juga punah karena semakin minimnya penutur dan karya literasi yang mendokumentasikan hal itu,” jelasnya.
Dalam kegiatan Di Desa Berpuisi ini, turut membacakan puisi dan berbagi pengalaman, sejumlah penggerak sastra komunitas di Banyumas. Antara lain Edi Pranata PNP, Wanto Tirta, Nanang Anna Noor, Jarot Setyoko, Dewandaru Ibrahim, Hamidin Krazan, Riswo Mulyadi, Trisnatun Abuyafi, Afaf Mutia Zahwa, Imam Burhanudin, Khusnul Khuluqi dan sebagainya.
Penulis : ec/Pemkab Banyumas
Editor : dnk/Diskominfo Jateng