Pengembangan Glagah Arjuna, Perlu Penelitian

  • 21 Aug
  • yandip prov jateng
  • No Comments

PURBALINGGA, INFO – Pengembangan komoditas glagah arjuna yang berkembang di wilayah Kecamatan Karangjambu perlu diadakan penilitaan mengenai budidaya glagah arjuna. Dengan adanya penelitian terkait dari Perguruan Tinggi diharapkan mampu meningkatkan produksi glagah arjuna utamanya di wilayah Kecamatan Karangjambu.

“Untuk budidaya memang tidak ada kendala, hanya saja butuh penelitian tentang glagah ini. Saya mencari literatur tentang glagah ini masih kesulitan untuk rekomendasi budidaya glagah yang bagus seperti apa itu belum ada,” kata Indra Purnomo dari Badan Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Karangjambu saat dihubungi, Senin (20/8).

Tidak hanya penelitian, pengembangan galagah arjuna juga memerlukan perhatian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga. Terutama pada penguatan kelembagaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) karena mayoritas lahan di wilayah Karangjambu merupakan kawasan perhutani.

“Di bidang kelembagaaanya memang sangat perlu dibina lebih giat lagi dari kelembagaan LMDH. Selain itu, perlu dibina juga kelembagaan pengrajin sapu kalau perlu diberi bantuan alat,” ujar Indra.

Indra menjelaskan tanaman glagah arjuna atau yang mempunyai nama latin Themeda villosa merupakan tanaman yang penting dan berpengaruh bagi masyarakat di wilayah Karangjambu. Harga jual yang tinggi, budidaya yang mudah dan kemampuan adaptasi tanaman yang cukup baik membuat tanaman ini menjadi potensi unggulan di wilayah Karangjambu.

“Budidaya tanaman ini bisa menyerap tenaga kerja baik di on farm (menyerap tenaga kerja dalam penanaman, pemeliharaan dan pemanenan, Red) dan off farm (menyerap tenaga kerja pada pembuatan sapu glagah, Red),” terangnya.

Di Kecamatan Karangjambu ada sekitar 300 hingga 400 hektar lahan yang ditanami glagah arjuna. Lahan tersebut merupakan kerjasama dengan Perum Perhutani dengan memanfaatkan lahan di bawah tegakan maupun lahan milik pribadi.

“Luasan lahan di Kecamatan Karangjambu dalam bentuk hutan rakyat tercatat 1897,20 hektar dan hutan negara seluas 926 hektar,” papar Indra.

Ia melanjutkan tanaman glagah arjuna dipanen satu tahun sekali sekitar bulan agustus dengan waktu panen yang tepat ketika bunga glagah sudah keluar. Produksi kembang glagah apabila ditanam di lahan terbuka dapat menghasilkan lima kuintal kembang glagah kering.

“Apabila ditanam di lahan bawah tegakan dapat menghasilkan antara 2,5 hingga 3 kuintal kembang glagah kering,” ungkapnya.

Saat musim panen raya tiba sekitar Bulan Agustus harga kembang glagah kering yang masih ada tangkainya sekitar Rp 600 ribu per kuintal. Namun, setelah musim panen usai harga bisa mencapai Rp 700 ribu hingga Rp 800 ribu per kuintalnya.

“Sedangkan untuk kembang glagah yang sudah dibeset (dihilangkan tangkainya, Red) harga sekitar Rp 15 ribu/kg atau harga satu kuintal besetan sekitar Rp 900 ribu,” imbuh Indra.

Pemasaran kembang glagah, petani biasanya langusng menjual ke pengrajin sapu glagah ataupun langsung dijual ke pengepul. Dari pengepul nantinya dijual kepada pengrajin sapu lokal atau ke pengepul lain di luar kota untuk dijual ke pengrajin sapu glagah di kota lain.

“Sapu glagah ini yang kemudian dipasarkan secara lokal di berbagai kota di Indonesia serta pemasaran ekspor seperti ke Korea, Malaysia, Pakistan dan India yang bisa mencapai 35 ribu sapu per bulannya,” pungkasnya. (PI-7)

Berita Terkait