KPID JATENG BEKALI KELOMPOK MASYARAKAT PEMANTAU ISI SIARAN

  • 26 Apr
  • dev_yandip prov jateng
  • No Comments

KENDAL – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah meminta kepada masyarakat untuk peduli dan kritis terhadap isi siaran lembaga penyiaran publik, televisi dan radio. KPID meminta masyarakat melaporkan jika menjumpai isi tayangan televisi atau isi siaran radio yang menyimpang dari kaidah penyiaran.

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Jawa Tengah, Selasa (25/4) memberikan kegiatan pembekalan kepada anggota Kelompok Masyarakat Pemantau Isi Siaran di wilayah Kabupaten Kendal, di Ruang Pertemuan Gedung C Setda Kendal. Nara Sumber KPID Jateng, Setyawan Hendra Kelana, S.Kom mengatakan, lantaran keterbatasan alat pemantau siaran yang dimiliki KPID Provinsi Jateng, kegiatan pembekalan di 35 kabupaten / kota diadakan untuk mensiasati program pemantauan isi siaran termasuk di Kabupaten Kendal.

Dia mengemukakan, beberapa acara siaran televisi dan radio sudah mendapat teguran karena isi siarannya yang dinilai tidak mendidik dan melanggar norma-norma kepenyiaran. “Beberapa stasiun televisi dan radio telah ditegur oleh KPID karena isi siaran yang tidak berkualitas dan melanggar norma. Namun, masih ada yang membandel juga. Oleh karenanya, peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk ikut ambil bagian mengawasi isi siaran sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran,” ujar wartawan dari Harian Suara Merdeka ini.

“Televisi dan radio tersebut menggunakan frekuensi milik milik publik dan dikelola negara, serta dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat. Lembaga penyiaran diberi mandate untuk menggunakan frekuensi, namun harus mementingkan kepentingan publik,” kata salah satu anggota Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah ini.

Kelana mencontohkan, beberapa hal yang perlu diawasi pada isi siaran radio, seperti lagu-lagu berlirik jorok (saru), merendahkan martabat manusia, iklan pengobatan yang menjanjikan kesembuhan, berlebihan atau superlatif, dan memuat testimoni, iklan obat vitalitas, alat bantu seks, kata-kata vulgar.

“Harusnya itu ditayangkan di atas pukul 22.00 WIB, jam siar iklan rokok di atas pukul 21.30 WIB, program talkshow konsultasi seks, pengobatan supranatural, mistik di atas pukul 22.00 WIB, kata-kata penyiar saru atau menggoda, kasar, menjelek-jelekkan orang, serta kekerasan verbal seperti pencemaran nama baik, makian, dan sebagainya” katanya, mencontohkan. Yang juga perlu diwaspadai adalah siaran radio atau televisi yang menjelek-jelekkan agama lain, atau golongan dan paham lain ( bernuansa sara ).

Sedangkan pada siaran televisi, yang paling  mudah didapati adalah cara berbusana artis atau pengisi program. Kemudian, kekerasan, baik kekerasan verbal seperti kata-kata kasar, ejekan, hinaan, atau pelecehan. Kerap didapati pula, kekerasan fisik seperti perkelahian, penganiayaan, adegan berdarah-darah, tabur bedak dan tepung, adegan reka ulang secara detil  dan peristiwa penegakan hukum atau musibah yang melibatkan anak.

Dijelaskan nara sumber yang lebih akrab disapa Iwan tersebut, televisi memang sudah menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan dari keluarga Indonesia. Bahkan, dalam satu keluarga ada yang memiliki lebih dari satu televisi. Namun, jika tak kritis, siaran televisi juga bisa memberi pengaruh buruk.

Iwan berharap Masyarakat di Daerah Kabupaten Kendal dengan adanya pembekalan tersebut bakal lebih memiliki rasa memilikiterhadap lembaga penyiaran dan isi siaran yang ada di daerahnya, sedangkan bagi Lembaga Penyiaran merupakan  Kebebasan dan kemerdekaan dalam siaran harus tetap relevan dengan fungsi media itu sendiri yakni menginformasikan sesuatu secara layak dan benar, mendidik, menghibur secara sehat, melakukan kontrol dan merekatkan sosial, menumbuhkan ekonomi, dan mempedulikan budaya lokal.

“Tontonan televisi pada dasarnya memberikan Pengaruh langsung (direct effects) kepada penonton. Penonton kemudian menjadi lebih agresif, dan menerima prinsip penggunaan agresi untuk mengatasi konflik,” ujarnya.

Pengaruh negatif lain, lanjut Iwan, yakni terjadinya penumpulan kepekaan (desensitization), penonton menjadi tumpul perasaannya ketika melihat kekerasan yang terjadi dalam kehidupan nyata di sekeliling mereka. televisi bisa memberikan pengaruh sindrom dunia ganas, keras (mean world syndrome), penonton menjadi yakin bahwa kehidupan di dunia nyata ini memang ganas atau keras seperti digambarkan dalam televisi.

“Akibat kepentingan bisnis lembaga penyiaran baik televisi maupun radio berpotensi menyimpang melalui program siaran yang disajikan,” ungkapnya. Agar lembaga penyiaran dapat befungsi dan memberi kemanfaatan kepada masyarakat maka perlu diatur dan dikontrol sebagaimana regulasi dalam Pedoman Perilaku penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

“Lembaga penyiaran jumlahnya banyak dan belum terjangkau oleh pemantauan KPID sehingga perlu keterlibatan masyarakat,’ tegas Iwan. Masyarakat yang ingin melaporkan siaran yang dianggap tak sesuai bisa melalui pengaduan melalui SMS ke nomor 0813 260 26000 atau email ke kpidjateng@yahoo.com.

Anggota kelompok masyarakat pemantau penyiaran berjumlah 4 orang yang terdiri dari unsur Dishubkominfo Kabupaten Kendal, Organisasi kemasyarakatan, Organisasi Kemahasiswaan dan Tokoh Masyarakat dengan tugas pemantauan isi siaran, khususnya lembaga penyiaran radio dan TV lokal ( Fatayat NU, PGRI dan Tim Penggerak PKK ).

“Laporan pemantauan dari kelompok masyarakat pemantau penyiaran akan ditindaklanjuti oleh KPID Provinsi Jawa Tengah dalam kajian isi siaran oleh tenaga ahli dan dibahas dalam rapat pleno komisioner guna menentukan kebijakan penindakan “,jelas komisioner KPID Bidang Perizinan ini.

Kepala Dinas Komunikasi Dan Informatika Drs. Muryono, SPd, SH membuka kegiatan tersebut didampingi Kepala Bidang Informasi Dan Komunikasi Publik Drs. Imam Tadjudin, MM dan Kasie Media Massa  Moh Fathurahman, SH, ME. ( Kontributor Kendal / heDJ )

Berita Terkait