KI TULUS OWAH, DALANG HUMOR DARI PURBALINGGA

  • 14 Aug
  • dev_yandip prov jateng
  • No Comments

PURBALINGGA  – Penampilannya penuh humor, ia juga sering dipanggil dengan sebutan ‘Tulus 74’ alias Tulus Untune Maju Lambene Njepat. Dialah Tulus Pangudi (56) warga Desa Selanegara, Kecamatan Kaligondang Purbalingga. Sehari-harinya, ia bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Purbalingga.

            Ada yang menarik dari diri Tulus, meski ia bekerja di Dinkominfo, namun darah seni tetap mengalir di tubuhnya.  Ia saat ini aktif bergelut di seni wayang Owah. Owah berasal dari kata ‘Opera Wayang Humor’.  Dari judulnya saja, lakon yang ditampilkan hampir semuanya lucu dan didalamnya terkandung pesan-pesan membangun.

            Menurut Tulus, dalam setiap pentas selama 4 – 5 jam, ia cukup dibayar Rp 7 juta – Rp 10 juta. Harga itu termasuk untuk kru wayang yang berjumlah 17 orang. “Saya sudah tampil sekitar 48 kali di berbagai pelosok di Purbalingga. Untuk pentas di luar Purbalingga, belum dan berharap ada sponsor atau pihak yang mengundang,” ujar Tulus.

            Tulus menekuni Wayang Owah mulai tahun 2015. Sebelumnya, ia lebih focus sebagai komentator pertandingan sepakbola, MC hajatan, MC acara tertentu yang lebih santai, dan penyiar radio. “Basic awal saya sebagai penyiar radio. Dari setiap siaran inilah, banyak warga yang mulai mengenal nama udara saya,” ujar Tulus yang menjadi penyiar radio 20 tahunan.

            Sebagai PNS, Tulus Pangudi juga harus bisa mengatur waktu. Ia saat ini bertugas di Bidang Sandi dan Telekomunikasi. “Sebagai PNS, saya tetap disiplin menjalankan tugas, dan diluar jam dinas, saya gunakan untuk berkarya di dunia seni,”  ujar lelaki berperawakan kurus ini.

            Uniknya lagi, setiap kali akan pentas, tidak ada latihan khusus. Itu hanya spontanitas. Begitu juga dengan kru anggotanya. “Pementasan spontanitas, yang lucu dan diluar pakem. Dan informasi penting seperti informasi pembangunan, gerakan anti narkoba, Keluarga berencana, empat pilar kebangsaan diselipkan dalam setiap penampilannya,” kata Tulus.

            Dalam setiap penampilannya, Tulus didampingi oleh satu  sampai dengan lima orang  sinden dan sepuluh orang penambuh gamelan dari  karawitan Gumiwang Laras pimpinan Kao Giem. “Saat tampil, juga saya selingi pembagian doorprice, jadi tidak ada penonton yang kabur bubar dulu,” ujarnya tertawa.

            Filosofi hidupnya cukup sederhana, selagi masih bermanfaat untuk orang lain, ia akan melakukannya. “Bahagiakan orang lain, meski saya belum tentu bahagia. Bak lilin, kita tetap menerangi, sampai batang lilin itu habis,” ujarnya.

            Pengalaman yang unik adalah ketika pentas dan hujan. Ketika itu, penonton harus membeli tiket. “Karena hujan lebat, maka penontonnya sedikit, dan rugi. Meski merugi, saya tetap berusaha menghibur diri,’  ujarnya ngakak. (PI-1)

Berita Terkait