Portal Berita
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
KEPALA DINAS KESEHATAN KAB MAGELANG LAKUKAN SWEEPING PADA KANTONG-KANTONG RAWAN TERHADAP PD31
- 12 Jan
- yandip prov jateng
- No Comments

MAGELANG-Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin difteri. Ada sejumlah cara penularan yang perlu diwaspadai, seperti terhirup percikan ludah penderita di udara saat penderita bersin atau batuk. Ini merupakan cara penularan difteri yang paling umum. Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, contohnya mainan atau handuk. Sentuhan langsung pada luka borok (ulkus) akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga.
Bakteri difteri akan menghasilkan racun yang akan membunuh sel-sel sehat dalam tenggorokan, sehingga akhirnya menjadi sel mati. Sel-sel yang mati inilah yang akan membentuk membran (lapisan tipis) abu-abu pada tenggorokan. Di samping itu, racun yang dihasilkan juga berpotensi menyebar dalam aliran darah dan merusak jantung, ginjal, serta sistem saraf.
“Terkadang, difteri bisa jadi tidak menunjukkan gejala apapun sehingga penderitanya tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi. Apabila tidak menjalani pengobatan dengan tepat, mereka berpotensi menularkan penyakit ini kepada orang di sekitarnya, terutama mereka yang belum mendapatkan imunisasi,” Demikian dikatakan oleh Dr. Hendarto, M.Kes.
Ditandaskan pula olehnya, bahwa Difteri merupakan jenis penyakit menular, disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium dyphteriae yang menyerang selaput lendir hidung dan tenggorokan.
“Penyakit yang ditularkan melalui udara atau yang kita kenal dengan airborne desease dimana penderita akan menularkan melalui percikan droplet serta melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Bisa, difteri merupakan penyakit PD3I yaitu Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi. Pencegahan dapat juga dilakukan dengan menggunakan pengamanan saat melakukan kontak langsung dengan penderita.” Tandasnya.
Penderita Boleh Menyusui
Kuman difteri tidak ditularkan melalui ASI, namun tetap disarankan untuk tidak menyusui/ memberikan ASI yang telah dipompa karena risiko penularannya sangat besar. Perawatan penderita difteri harus dilakukan di rumah sakit di ruang isolasi. Sementara gejala Difteri yang muncul seperti demam dan pilek dapat merupakan salah satu tanda dari difteri nasal (difteri pada mukosa hidung). Gejala awal difteri seperti sakit tenggorokan, demam dan lemas. Sakit tenggorokan disertai suara serak dan batuk.
Untuk menegakkan diagnosis difteri, awalnya dokter akan menanyakan beberapa hal seputar gejala yang dialami pasien. Dokter juga dapat mengambil sampel dari lendir di tenggorokan, hidung, atau ulkus di kulit untuk diperiksa di laboratorium.
Apabila seseorang diduga kuat tertular difteri, dokter akan segera memulai pengobatan, bahkan sebelum ada hasil laboratorium. Dokter akan menganjurkannya untuk menjalani perawatan dalam ruang isolasi di rumah sakit. Lalu langkah pengobatan akan dilakukan dengan 2 jenis obat, yaitu antibiotik dan antitoksin. Antibiotik akan diberikan untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Dosis penggunaan antibiotik tergantung pada tingkat keparahan gejala dan lama pasien menderita difteri.
Sebagian besar penderita dapat keluar dari ruang isolasi setelah mengonsumsi antibiotik selama 2 hari. Tetapi sangat penting bagi mereka untuk tetap menyelesaikan konsumsi antibiotik sesuai anjuran dokter, yaitu selama 2 minggu. Disinggung mengenai dampak anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri, Dr. Hendarto mengatakan bahwa, Apabila anak tidak mendapatkan vaksin difteri maka anak tersebut tidak memiliki kekebalan terhadap infeksi difteri dan akan mudah terinfeksi.
“Apabila seseorang diduga kuat terinfeksi difteri, pengobatan dapat dimulai tanpa menunggu hasil laboratorium dibawah penanganan dokter ahli. Perawatan dilakukan dalam ruang isolasi di rumah sakit. Kemudian penngobatan dilakukan dengan memberikan 2 jenis obat yaitu antibiotic dan antitoksin.”
Orang dewasa juga memerlukan imunisasi difteri terutama yang imunisasinya belum lengkap, tidak pernah imunisasi sama sekali, sering melakukan kontak dengan anak-anak atau yang tinggal di daerah wabah. Namun dengan vaksin yang berbeda dengan anak-anak. Jika pada anak-anak yang digunakan adalah DPT/DT, maka pada orang dewasa menggunakan vaksin Tdap/Td.
Vaksin difteri dberikan mencegah dan menanggulangi penyakit difteri dengan cara memberikan kekebalan secara aktif. Gejala difteri akan dirasakan secara bertahap, awalnya penderita akan mengalami demam yang tidak terlalu tinggi disertai nyeri tenggorokan dan rasa lemas. Kemudian akan muncul bintik merah pada tenggorokan yang kemudian berubah menjadi putih (pseudomembran), pembengkakan kelenjar leher (bullneck), dan tanda gejala lainnya.
Sweeping Terindikasi KLB
Dinas kesehatan berupaya untuk mengoptimalkan kegiatan imunisasi dasar wajib untuk mencegah penyakit PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi), khususnya penyakit difteri dengan Lebih meningkatkan cakupan program imunisasi dan mempertahankan, serta melakukan sweeping pada daerah yang terindikasi rawan KLB atau daerah-daerah yang ada penolakan kegiatan imunisasi.
“Kami lakukan sweeping pada daerah yang terindikasi rawan KLB atau daerah-daerah yang ada penolakan kegiatan imunisasinya, sehingga mengoptimalkan kegiatan imunisasi dasar wajib untuk mencegah penyakit PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi), khususnya penyakit difteri dengan Lebih meningkatkan cakupan program imunisasi dan mempertahankannya,”Ujarnya.
Dengan pemantapan program imunisasi di Kabupaten Magelang, baik imunisasi rutin, imunisasi lanjutan maupun BIAS, maka ekskalasi penyakit difteri di beberapa daerah tidak akan terjadi di Kabupaten Magelang. Namun, karena Kabupaten Magelang juga merupakan daerah penyangga wisata Internsional Candi Borobudur dan sekitarnya masih harus memastikan dengan imunisasi dan sweeping pada kantong-kantong rawan terhadap PD31 (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi). Dengan terjadinya peningkatan kasus PD3I di berbagai daerah khususnya Penyakit Difteri diharapkan tidak ada lagi penolakan-penolakan dari masyarakat atas program imunisasi serta diharapkan peran serta dari semua sektor bersama masyarakat agar lebih tinggi pada kegiatan imunisasi.***) Widodo Anwari Humas Dan Protokol