Kebumen Sukses Gelar Drama Tari Ki Kertinegoro di TMII Jakarta

  • 01 Apr
  • yandip prov jateng
  • No Comments

Kabupaten Kebumen – Ratusan warga dari berbagai lapisan masyarakat Jakarta dan sekitarnya memadati area Anjungan Jawa Tengah TMII Jakarta, Minggu (31/3). Mereka hadir untuk menyaksikan pergelaran Drama Tari yang mengisahkan keberhasilan Tumenggung Ki Kertinegoro penguasa wilayah Sruni Kebumen mendapatkan keris pusaka Kyai Jabardas milik Kerajaan Mataram.

Jatuhnya keris pusaka Kyai Jabardas ke tangan Ki Kertinegoro membuat Raja Mataram, Prabu Amangkurat Agung naik pitam. Pasalnya keris pusaka tersebut merupakan lambang kekuatan Kerajaan Mataram yang jika digunakan lawan untuk berperang dapat meluluhlantahkan Kerajaan Mataram.

Dalam amarahnya tersebut, Prabu Amangkurat Agung memerintahkan Pangeran Puger dan Adipati Anom untuk merebut kembali keris pusaka tersebut dari tangan Ki Kertinegoro untuk dikembalikan ke Keraton Mataram. Namun upaya kedua punggawa tersebut tak membuahkan hasil. Selain dua punggawa, Prabu juga memerintahkan Demang Sutowijoyo untuk menyusup bersama keluarganya hijrah dan menetap di Sruni Kebumen. Harapan Prabu, Demang Sutowijoyo dapat memperdayai Ki Kertinegoro dan mendapatkan kembali keris pusaka tersebut.

Demang Sutowijaya bersama isteri dan anaknya Kromo Leksono pun hijrah dan tinggal di wilayah Sruni Kebumen. Di Sruni, Demang Sutowijoyo diangkat menjadi salah satu punggawa Ki Kertinegoro. Ki Kertinegoro sendiri tidak mengetahui niat Demang Sutowijoyo yang sejatinya ingin merebut kembali keris pusaka terebut. Dalam proses perjalanan waktu, hubungan Demang Sutowijoyo dan Ki Kertinegoro kian harmonis. Keharmonisan ini berujung pada kesepakatan Demang Sutowijoyo dan Ki Kertinegoro menjodohkan putra putrinya menuju perkawinan. Putra Demang Sutiwijoyo bernama Kromo Leksono akhirnya menikahi Roro Rinten putri Ki Kertinegoro yang sangat dicintainya.

Buah pernikahan mereka menghasilkan seorang putera.  Demang Sutowijoyo merasa senang karena misinya untuk mendapatkan keris tersebut kian dekat. Ia selalu teringat pesan Prabu Amangkurat Agung agar segera mendapatkan keris pusaka dari tangan Ki Kertinegoro dan diserahkan ke Keraton Mataram. Selanjutnya Demang Sutiwijoyo bersama putranya Kromo Leksono mengatur siasat. Kromo Leksono diperintahkan  untuk berpura-pura ingin menyerang dan menghancurkan Kerajaan Mataram. Hal ini agar ia mendapatkan keris pusaka Kyai Jabardas. Sebab, ia tahu hanya dengan keris pusaka maka  prajurit Mataram bisa ditaklukan.

Kromo Leksono pun menyampaikan niatnya itu kepada isterinya dan meminta bantuan agar keris pusaka yang dipegang ayahndanya Ki Kertinegoro untuk dipinjamkan kepada Kromo Leksono. Jika tidak, Kromo Leksono pun akan tetap pergi bertempur dan siap mati di tangan para prajurit Mataram. Roro Rinten sangat terkejut dengan tekad bulat suaminya itu. Roro Rinten sangat mencintai suami dan anaknya. Karena tak ingin suaminya meregang nyawa saat pertempuran, maka Roro Rinten didampingi suaminya,  Kromo Leksono dan putranya yang masih kecil menghadap Ki Kertinegoro.

Dalam pertemuan dengan ayahndanya, Roro Rinten memohon agar ayahndanya meminjamkan keris pusaka Kyai Jabardas kepada Kromo Leksono untuk bertempur melawan prajurit Mataram. Permohonan Roro Rinten dengan tangisan tersedu dan pilu tak membuat Ki Kertinegoro luluh hatinya. Ki Kertinegoro tetap bersikeras menolak permintaan putri tercintanya itu. Dengan tangisan yang tiada henti akhirnya Roro Rinten mengambil keputusan untuk ikut pergi berperang bersama suaminya dan menyerahkan putranya yang juga merupakan cucu Ki Kertinegoro yang teramat dicintainya.

Melihat tekad bulat putri dan menantunya ingin berperang, Ki  Kertinegoro tak kuasa jika nanti mendengar dan melihat putri dan menantunya hanya berpulang nama. Rasa kasih sayang dan cintanya itu akhirnya membuat Ki Kertinegoro luluh hatinya. Ki Kertinegoro pun menyerahkan keris pusaka Kyai Jabardes kepada Kromo Leksono dengan syarat. Ki Kertinegoro minta keris pusaka itu tidak digunakan untuk berperang dan diserahkan kepada Prabu Amangkurat Agung. Hal ini guna menghindari pertumpahan darah para prajurit mataram yang nantinya binasa. Akhirnya keris pusaka itu pun dikembalikan ke Prabu Amangkurat Agung tanpa ternoda darah setetespun. Kerajaan Mataram tetap berjaya dan memberi perhatian kepada Tumenggung Ki Kertinogero yang merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Mataram di Sruni Kebumen.

Pergelaran sendra tari ini berjalan sukses. Setiap episode ditampilkan tarian-tarian yang mencerminkan peristiwa yang terjadi. Misalnya saja, ketika Ki Kertinegoro berhasil mendapatkan keris pusaka Kyai Jabardas, maka sebanyak delapan penari gambyong memasuki arena sebagai perlambang kesenangan Tumenggung Ki Kertinegoro. Irama musik gamelan, gending, gong berpadu senada dengan gerak tari yang indah dan gemulai. Tarian ini memberi kesejukan tatapan penonton setelah dihentakan dengan adegan-adegan menegangkan dan dentuman musik serta petasan yang mengejutkan. Adapula tarian Cepet dan Ebleg yang atraktif hingga membuat penonton terkesima. Para penonton terlihat cukup antusias.  Mereka memberi apresiasi pada sendra tari yang memukau ini.

Hadir sebagai tamu undangan dalam pergelaran sendra tari ini yakni Bupati KH. Yazid Mahfudz beserta isteri, sejumlah pejabat OPD, pejabat Propinsi Jawa Tengah, Rektor Unindra Jakarta, sejumlah komunitas perantauan asal Kebumen yang tersebar di Jabodetabek serta masyarakat pengunjung lainnya.

Berita Terkait