Grebeg Nyadran Cepogo, Satukan Warga di 15 Desa

  • 10 Apr
  • yandip prov jateng
  • No Comments

BOYOLALI – Tradisi sadranan merupakan suatu tradisi untuk membersihkan makam leluhur dan ziarah kubur dengan prosesi penyampaian doa dan kenduri. Dilaksanakan warga setempat berujud aneka makanan dalam tenong dan nasi tumpeng menjadi tradisi rutin dilaksanakan setiap tahun pada pertengahan Bulan Ruwah (penanggalan Jawa) atau menjelang datangnya bulan Ramadhan atau yang sering dikenal dengan tradisi Nyadran atau sadranan yang masih terjaga dan terus berlangsung hingga sekarang.

Bagi masyarakat Kecamatan Cepogo, tradisi ini memiliki kedudukan yang penting layaknya lebaran, warga perantauan menyempatkan pulang kampung ketika tradisi  ini digelar untuk melakukan tradisi Nyadran. Tradisi ini diawali pada pagi hari dengan berziarah membawa tenong (penyimpan makanan) dari anyaman bambu. Seusai berdoa, dilanjutkan makan bersama, dan setiap orang dipersilakan untuk mengambil makanan yang tersedia di tenong. Setelahnya, warga menggelar open house, membuka pintu untuk umum bersilaturahmi dan menikmati jamuan makan dengan hidangan lokal.

“Ada sebagian kepercayaan warga, jika tenong mereka habis disantap warga, juga semakin banyak tamu yang datang dan menyantap makanan mereka, maka rejeki di tahun depan akan semakin lancar dan berkah,” ungkap Camat Cepogo, Insan Adi Asmono saat ditemui dikantornya, pada Selasa (9/4). Diterangkan, mulai tahun ini Pemerintah Kecamatan Cepogo menyatukan tradisi sadranan dengan membuat acara pembukaan sadranan 15 Desa se-Kecamatan Cepogo dengan nama Grebeg Nyadran. Acara akan diawali dengan arak-arakan tenong sebanyak 315 tenong dan 45 Tumpeng serta 7 gunungan hasil bumi dan 7 gunungan makanan khas yang di arak oleh 15 desa masyarakat Cepogo.

Tenongan tersebut terbagi dua kelompok atau arah yakni arah barat. Arah barat yakni dari Desa Wonodoyo, Jombong, Gedangan, Sukabumi, Genting, Cepogo, Kembangkuning dan Gubug. Sedangkan dari arah timur dari Desa Sumbung, Paras, Mliwis, Jelok, Bakulan, Candigatak dan Cabeankunti. “Acara inti yakni doa dan membacakan jadwal sadranan 15 desa, diharapkan menjadi festival tahunan berupa kenduri tenong, gunungan hasil bumi dan makanan khas, serta utamanya doa bersama agar Cepogo senantiasa menjadi daerah yang makmur, adil dan sejahtera,” ungkapnya.

Selama ini tradisi sadranan berlangsung di 15 Desa se Kecamatan Cepogo sesuai dengan waktu yang disepakati masyarakat di masing-masing dusun atau desa secara seporadis. Sadranan tidak hanya dihadiri oleh warga setempat, tetapi juga warga desa sekitar bahkan warga dari luar kabupaten hadir untuk Nyadran di Cepogo.

Berita Terkait