Gereja di Purbalingga Mulai Gelar Ibadah

  • 06 Jul
  • yandip prov jateng
  • No Comments

PURBALINGGA – Sejumlah gereja di wilayah di Purbalingga mulai menggelar ibadah secara tatap muka, Minggu (5/7/2020). Jalannya ibadah tidak seramai biasanya karena jadwal peribadatan dibuat bertahap, dan jumlah jemaat pun dibatasi setiap tahapannya.

Selain itu, pihak pengelola gereja menerapkan protokol kesehatan secara ketat saat kebaktian, di antaranya jemaat gereja diminta datang setengah jam lebih awal. Mereka juga diwajibkan untuk cek suhu badan, dan cuci tangan pakai sabun sebelum memasuki gereja. Deretan bangku pun ditandai. Jemaat hanya diperbolehkan duduk pada bangku tanpa tanda silang.

“Ini ibadah pertama sejak kasus Covid-19 menjadi pandemi. Sebelumnya, kami menggelar ibadah terakhir pada tanggal 15 Maret 2020. Kapasitas tempat duduk setiap ibadah dibatasi maksimal 140 orang. Ibadah kami lakukan tiga kali, pukul 07.00, pukul 09.00, dan pukul 16.30 WIB,” kata Pendeta GKJ Purbalingga Rudiarto Budi Prasetyo.

Ditambahkan, meski ibadah tatap muka sudah digelar, namun pihak gereja masih menyelenggarakan ibadah secara daring. Ibadah ini diikuti oleh para jemaat yang sudah berusia lanjut, dan kemungkinan mudah terpapar penyakit.

Menurut Rudiarto, sesuai protokol kesehatan, ruangan gereja yang biasanya menggunakan pendingin AC untuk sementara tidak dihidupkan. Pintu gereja pun dibuat terbuka sehingga sirkulasi udara langsung ke luar.

“Saat memberikan persembahan, juga tidak model kantung diedarkan, tetapi jemaat memasukan persembahan di kotak yang disediakan di pintu masuk. Kami benar-benar menerapkan protokol kesehatan sebagaimana rekomendasi Tim Gugus Tugas Penanganan dan Pencegahan Covid-19 Kabupaten Purbalingga,” katanya.

Sementara itu dalam kotbahnya, Pendeta Rudiarto membawakan Tema “Karya Kristus membawa Kelegaan”. Pendeta Rudiarto mengungkapkan, Tuhan Yesus menawarkan janji yang sangat terbuka, seperti yang telah difirmankan-Nya. Pemulihan yang ditawarkan memberi kelegaan. Permasalahannya, kelegaan yang ditawarkan tidak sebatas pada pembebasan dari kondisi letih lesu, tetapi perlu ditindaklanjuti dengan cara belajar pada Yesus.

“Caranya dengan belajar kepada-Nya. Rasanya bukan hal yang sulit. Mengapa? Karena Yesus telah merasakan setiap penderitaan saat diri-Nya menjadi manusia, sehingga Ia tahu apa yang harus diberikan. Manakala beban berat dirasakan bersama dengan Tuhan niscaya akan menjadi ringan,” kata pendeta.

Penulis: PI-7/Kontributor Purbalingga
Editor: Tn/Diskominfo Jateng

Berita Terkait