Portal Berita
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
EBIT G ADE MENGUNGKAP SULITNYA BAHASA BANYUMASAN
- 19 Dec
- yandip prov jateng
- No Comments

PURBALINGGA – Penyanyi dan sekaligus pencipta lagu Ebiet G Ade memukau warga Purbalingga saat tampil pada malam resepsi peringatan hari jadi ke-187 Kabupaten Purbalingga di Pendapa Dipokusumo, Senin (18/12) malam. Tampil dengan 13 lagu bergenre balada, penyanyi asal Wanadadi, Banjarnegara ini, membuat suasana malam tetap hangat meski diguyur hujan lebat sejak sore hari.
Kehangatan semakin membuncah ketika para penggemarnya yang tergabung dalam Komunitas ‘Membumi Bersama Ebiet G Ade atau Members Ega’, ikut melantunkan tembang-tembang yang dinyanyikan pria kelahiran 21 April 1954 itu. Komunitas Members Ega, ternyata tak hanya datang dari Purbalingga, tetapi juga dari Banyumas, Purwokerto, Banjarnegara dan Kebumen.
Penyanyi dengan nama asli Abid Ghoffar bin Aboe Djafar ini sempat mengungkapkan kisah-kisahnya yang berkaitan dengan lagu yang akan dinyanyikan. Tak hanya itu, Ebiet juga merasa senang bisa tampil di Purbalingga, yang tak jauh dari tempat asalnya. “Saya datang ke Purbalingga, seperti pulang ke rumah sendiri. Suasana khas Bahasa Banyumasan sangat kental. Beberapa teman saya sempat bilang, mempelajari Bahasa Banyumasan katanya lebih sulit ketimbang belajar Bahasa Inggris,” ujar penyanyi yang memulai karir sekitar tahun 1970-an.
Ebiet juga mengungkap, dirinya berani berbahasa Jawa kalau tampil di Purbalingga, Banyumasan, Banjarnegara. “Kalau tampil di luar kabupaten lain, nanti mbok saya dikira gendeng (gila). Hari ini saya test case juga, namun saya tetap bangga dengan Bahasa Banyumasan. Tepuk tangan untuk Bahasa Banyumasan,” ujar Ebiet yang disambut tepuk tangan penonton.
Sebelum memulai tampil, Ebiet mengaku sudah sempat berkenalan dengan Bupati Purbalingga H Tasdi, SH, MM. Ebiet sempat memamerkan asli ndesonya di Wanadadi Banjarnegara. “Saya memamerkan ndesonya saja, ehh ternyata pak Tasdi (Bupati Purbalingga), malah lebih ndeso dari saya. Dia jarak tinggalnya 40 kilometer dari kota, masih mending saya lebih dekat dengan kota,” katanya.
Ebiet kemudian tampil dengan lagu perdana Untuk Kita Renungkan, kemudian secara berurutan lagu Elegi Esok Pagi, Menjaring Matahari, Cintaku Kandas di Rerumputan, Titip Rindu Buat Ayah, Camelia II, Seraut Wajah, Lagu Untuk Sebuah Nama, Cita-cita Kecil Si Anak Desa, Kalian Denger Keluhanku, Serenada, Berita Kepada Kawan, dan Aku Ingin Pulang.
Ebit juga mengungkapkan, sebelum pentas, ada hal yang semestinya tidak dilakukan yakni makan gule. “Gulene ketone enak banget, dadi tek pangan baen (Gulenya sepertinya enak sekali, jadi saya makan saja). Di Usia saya semestinya, makan gule atau sate dikurangi, tapi karena tadi saya melihat sepertinya enak, jadi saya makan. Mestinya saya menjaga marwah, di usia saya sudah tidak lagi makan gule kambing,” ujar pria yang lebih banyak mencipta lagu dengan tema beragam tidak hanya cinta, tetapi juga bertemakan alam, sosial politik, bencana, religius dan keluarga.
Saat hendak menyanyikan lagu Titip Rindu Buat Ayah, Ebit sempat meminta waktu untuk minum. Ia kemudian menawarkan kepada penonton. “Mau lagu apa”? Ketika menyebut lagu Titip Rindu Buat Ayah, Bupati Tasdi yang rupanya menggemari lagu itu, langsung bertepuk tangan. “Bupatine wis keprok-keprok, nek ora tek nyanyekne ya honore dipotong. Kuwi malah rugi dewek. Lah tek nyanyekna baen ya. (Bupatinya sudah tepuk tangan, kalau tidak saya nyanyikan, nanti rugi sendiri. Ya sudah saya nyanyikan ya,” ujarnya. (PI-1)