BELAJAR SEHAT, PEMKAB BREBES KUNJUNGI KOTA BANDUNG

  • 24 May
  • dev_yandip prov jateng
  • No Comments

BREBES-Bidang Kesehatan, menjadi salah satu perioritas utama dalam pembangunan Kabupaten Brebes. Namun demikian, belum semua warga masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal sehingga derajat kesehatan masyarakat Brebes masih rendah. Terbukti dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang dilahirkan. Upaya keras dan maksimal Pemerintah Kabupaten Brebes terus digenjot untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat, antara lain dengan menggodok rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sistem Kesehatan Daerah Brebes untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda).

“Ikhtiar ini, tentu dengan belajar kepada daerah yang sudah menerbitkan Perda Sistem Kesehatan Daerah,” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Brebes H Emastoni Ezam SH MH saat menyampaikan maksud kunjungan ke Kota Bandung, Rabu (24/5).

Kata Sekda, para pelaku kesehatan ke royo-royo datang ke Bandung guna menimba ilmu tentang system kesehatan masyarakat. Dipilihnya Bandung karena menjadi kota pertama yang menerbitkan Perda tentang Sistem Kesehatan Kota Bandung (SKKB). “Perda kesehatan yang disebut dengan SKKB, pengin tak adopsi yang tentu saja dengan mengukur kesesuaian daerah dan adat budaya Brebes,” tutur Toni.

Ada kesamaan di Brebes dengan Bandung, lanjutnya, yakni memiliki bahasa Sunda. Kekhasan bahasa ini bisa jadi menginspirasi para pegiat kesehatan untuk menjadi acuan bagaimana sikap dan tradisi budaya Bandung dalam memandang kesehatan. “Mohon kiranya jangan ada yang ditutup-tutupi, soalnya kami akan menimba ilmu, berilah penjelasan sedetail-detailnya,” ucapnya.

Bagi kami, sambung Toni, Kesehatan merupakan haknya rakyat dan tidak hanya menjadi tanggung jawab masyarakat itu sendiri tetapi juga menjadi tanggungjawab pemerintah daerah.

Studi banding yang diikuti 45 orang yang terdiri dari Tim Penyusun Perda Sistem Kesehatan Kabupaten Brebes, dan didampingi Asistem I bidang Kesra dan pemerintahan Athoillah Syatori dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes Sri Gunadi Parwoko.

Rombongan diterima Staf ahli Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung bidang Kesra dan SDM Ricky Gustiadi di aula Pemkot Bandung ditata apik seperti gedung Bioskop. Ricky menjelaskan tentang kebahagiaannya mendapat kunjungan silaturahmi dari Brebes yang sudah terkenal dengan ndog asin dan bawang merah serta brexitnya.

Pemkot Bandung dengan 30 Kecamatan berpenduduk 2,3 juta mengalami hal serupa dalam bidang kesehatan. Namun demikian, setelah diterbitkannya Perdaerah tentang Sistem Kesehatan Kota Bandung (SKKB) derajat kesehatan masyarakat semakin meningkat. Meskipun pada awalnya sangat alot dan kesulitan karena belum ada acuan yang lebih tinggi.

Kunjungan ini, diakui Ricky sangat penting karena bisa merajut sinergisitas dalam kerja sama lintas daerah. Permasalahan suatu daerah bisa menjadi permasalahan nasional karena itu, dipandang perlu antar daerah perlu membangun kebersamaan dengan saling belajar dan menimba ilmu. Ricky menjelaskan, dari kompleksitas permasalahan menjadikan seluruh komponen masyarakat berfikir untuk keluar dari berbagai problema khususnya di bidang kesehatan.

Dengan slogan Bandung Juara, lanjutnya, maka dalam segala hal harus menjadi juara dalam artian menjdi juara yang positif. Bandung, lanjutnya, menerapkan desentralisasi pada pemerintahan Kecamatan, termasuk di bidang kesehatannya. Ada subsidi yang memberdayakan masyarakat antara lain dengan dana stimulant kepada RW Rp 100 juta pertahun dan PKK Rp 200 juta pertahun untuk kegiatan dan pemberdayaan masyarakat.

Banyaknya ruang public yang kemudian ditangkap oleh masyarakat sebagai sentra wisata kuliner dan wisata pakaian serta spot spot yang indah menjadi kegairahan tersendiri bagai warga Bandung. “Bandung yang juara, tentu didalamnya harus aman, nyaman dan sejahtera,” pungkasnya.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Bandung (Sekdinkes) Nina Manarosana memaparkan, kalau Bandung sudah memiliki perda Nomor 10 tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Kota Bandung (SKKB). Nina yang juga menjadi salah satu anggota yang membidani Perda tersebut mengaku mengalami kesulitan. Terbukti, sejak di susun tahun 2006 baru bisa diterbitkan pada 2009. “Bolak balik kaya orang nyetrika, tapi yang sangat menyenangkan endingnya,” tutur Nina.

Perda 10/2009 Kota Bandung akhirnya mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Dan setelah mendekati 10 tahun berjalan, perda tersebut juga masih perlu revisi. “Di sini ada Forum Bandung Sehat yang selalu consent mencermati pengimplementasikan perda tersebut di lapangan, sehingga sangat dinamis,” pungkasnya.

Studi Banding diakhiri dengan saling tukar cinderamata dan kunjungan ke Puskesmas Garuda dan Puskesmas Ibrahim Adjie Bandung. (wasdiun)

Berita Terkait