ANGKA STUNTING BREBES TURUN JADI 32,7 PERSEN

  • 08 Feb
  • yandip prov jateng
  • No Comments

BREBES –  Bupati Brebes Hj Idza Priyanti SE MH mengajak seluruh komponen masyarakat untuk memperhatikan asupan gizi anak dibawah usia dua tahun (baduta). Pasalnya, kekurangan gizi kronis bisa mengakibatkan terjadinya stunting atau kondisi gagal tumbuh terlalu pendek pada usianya. Meskipun Angka Stunting turun menjadi 32,7 persen di tahun 2017 dibandingkan pada tahun 2013 yang mencapai 47 persen.

Ajakan tersebut disampaikan Idza Priyanti saat membuka pertemuan sosialisasi dan koordinasi program penanggulangan stunting di Kabupaten Brebes, di ruang rapat Bupati, Rabu (7/2).

Idza menjelaskan, berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017, data stunting yang ada di Kabupaten Brebes 32,7 persen. Dari tingginya angka tersebut, Kabupaten Brebes masuk dalam sepuluh besar kabupaten prioritas penanggulangan stunting dari 100 kabupaten di seluruh Indonesia yang akan diintervensi pada 2018.

“Dari 297 desa se Kabupaten Brebes, 10 desa mendapat prioritas intervensi,” ujar Idza.

Kesepuluh desa tersebut yakni Desa Jatisawit, Kalilangkap, Kalinusu, Pruwatan di Kecamatan Bumiayu. Kemudian Desa Dukuhmaja (Songgom), Janegara (Jatibarang), Wanasari dan Glonggong (Wanasari), Grinting (Bulakamba), dan Cigadung (Banjarharjo).

Idza berkomitmen, penanganan stunting agar penurunan prevalensi stunting dapat dipercepat. Terbukti, intervensi stunting sudah dimulai 2012 dan mendapatkan dukungan dari dana kerjasama Bappenas dan Unicef. Setelah program intervensi dari Bappenas dan Unicef berakhir 2016, namun tetap dilanjutkan lewat dana APBD Brebes.

Untuk itu, Idza mengajak seluruh komponen masyarakat dalam penanganan stunting. Koordinasi antar sektor dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, semua elemen seperti petugas kesehatan di lingkungan puskesmas, dinas kesehatan, bidan, dan petugas gizi.

“Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), tokoh agama, tokoh masyarakat juga harus saiyeg saeko proyo,” ajaknya.

Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes RI dr Imran Agus Nurali SpKO mengungkapkan, Stunting yang terjadi di Indonesia sebenarnya tidak hanya dialami oleh rumah tangga atau keluarga yang miskin dan kurang mampu saja. Terbukti, stunting dialami oleh rumah tangga atau keluarga yang tidak miskin berada di atas 40 persen,.

Stunting,kata Imran, disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting yakni pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dari anak balita.

Bisa juga akibat praktek pengasuhan yang kurang baik, masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan anc-ante natal care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) post natal care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Juga masih kurangnya akses rumah tangga atau keluarga ke makanan bergizi. Termasuk kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

“Akibatnya, tidak hanya stunting juga berpengaruh pada daya tangkap atau paedagogik anak,” tegasnya.

Pihaknya, melakukan Verifikasi data yang ada tentang Stunting di Brebes dan Pemalang. Pendataan riil tersebut antara lain terkait puskesmas, logistik, tenaga kesehatan, program kesehatan, dan keterlibatan lintas sector dalam penanggulangan stunting. (wasdiun)

Berita Terkait