Pembelajaran Mesti Asyik, Tak Mungkin Saklek pada Kurikulum

  • 13 Jul
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Memasuki tahun ajaran baru yang masih dalam masa pandemi Covid-19, pihak sekolah diminta menerapkan pendidikan yang mengasyikkan bagi anak. Terlebih, sebagian besar pembelajaran siswa masih menggunakan metode daring (online).

 

Hal itu disampaikan Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Atikoh Ganjar Pranowo, saat Webinar Ikatan Perawat Anak Indonesia (Ipani) Jawa Tengah “Bermain Terapeutik dan Inovasi Edukasi Anak di Era New Normal”, melalui aplikasi Zoom, Senin (13/7/2020). Menurutnya, berdasarkan penelitian, selama belajar di rumah sebanyak 36,8 persen anak merasa bosan. Dan sekitar 70 persen terjadi konflik dengan ibu dan bapaknya. Padahal, anak-anak perlu penguatan dan dukungan keluarga.

 

Ditambahkan, selama kenormalan baru, pembelajaran mesti mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik maupun tenaga pengajar yang terlibat. Karenanya, pembelajaran dari rumah dianggap masih lebih baik, karena dapat menjaga penerapan protokol kesehatan. Namun, masih banyak masyarakat yang belum terbiasa dengan pembelajaran jarak jauh seperti itu. Ditambah lagi dengan keterbatasan fasilitas belajar, aksesibilitas jaringan internet dan perangkat karena masih ada wilayah yang tidak terjangkau sinyal internet.

 

“Di kota mungkin pembelajaran daring masih mungkin. Tapi di remote area, menjadi masalah. Bahkan ada yang tidak punya handphone, sehingga harus pinjam tetangganya dulu. Aksesibilitas juga menjadi kendala, karena tidak semua wilayah sinyalnya kuat. Belum lagi biaya pulsa dan kuota internet, karena tentu dengan efek pandemi tidak hanya berkaitan dengan kesehatan, tapi juga perekonomian,” terangnya.

 

Keberhasilan pembelajaran daring, kata Atikoh, juga dipengaruhi penguasaan teknologi pada guru maupun orang tua, serta kurikulum yang diterapkan. Dia mengungkapkan, ada orang tua yang mengeluhkan tidak memahami pelajaran anak tapi mesti mendampingi anaknya belajar, misalnya pada pelajaran Kimia, Fisika, yang sekarang ini tentu berbeda dengan yang pernah diperoleh orang tua saat masih sekolah. Artinya, ada gap penguasaan teknologi dan kurikulum.

 

Akibatnya, lanjut Atikoh, si anak bisa stress, dan orang tua pun akan merasakan hal yang sama. Karenanya, kesehatan mental menjadi penting setelah selama tiga bulan semua berkutat di rumah, ditambah ancaman kesehatan mata karena setiap hari melihat layar gawai. Perlu dukungan orang tua dan lingkungan agar kesehatan anak terjaga selama pandemi. Kegiatan bermain perlu dengan mengedukasi orang tua karena anak tidak bisa berkegiatan di rumah dengan bermain sendiri.

 

“Gurunya perlu edukasi dari teman-teman Ipani, bagaimana bisa menerapkan pendidikan yang asyik. Kalau mengacu pada kurikulum tidak bisa, saklek pada kurikulum tidak memungkinkan. Memang, pola pendidikan di Indonesia atau mayoritas di Asia, masih mendengarkan. Murid mendengarkan guru, anak mendengarkan ortu. Ini saatnya para guru memancing kreativitas anak, dengan memberi challenge misalnya anak SMP atau SMA diminta membuat vlog, dan sebagainya,” tandasnya. (Ul, Diskominfo Jateng)

 

Berita Terkait