Petani Kopi Temanggung Wujudkan Mimpi Sejahtera

  • 24 Jan
  • yandip prov jateng
  • No Comments

Temanggung – Harum aroma kopi tercium hingga radius 20 meter dari sebuah rumah warga Desa Muncar, Kecamatan Gemawang, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (22/1/2020). Bau harum tersebut berasal dari aroma kopi robusta yang tengah disangrai melalui mesin berkapasitas 5 kilogram (kg) oleh Sarwadi (45 tahun) di bagian teras depan. Di bagian dalam, Hana Arwiyah (37 tahun), isteri Sarwadi melakukan pengemasan kopi yang telah disangrai dan dihaluskan menjadi bubuk.

Usaha pengolahan kopi tersebut milik Kelompok Usaha Bersama (KUB) Karya Mulia, bentukan Sarwadi tahun 2017. KUB ini beranggotakan 15 orang petani Desa Muncar yang merupakan binaan Sarwadi, yang menjadi pemasok kopi yang kemudian diolah oleh Sarwadi. Tiap petani diwajibkan memasok minimal 1,5 Kuintal setiap kali musim panen. Selain dari anggota KUB, Sarwadi juga mendapat pasokan kopi dari 30 petani lain di luar anggota KUB.

Produksi kopi dari KUB ini dijual ke beberapa daerah seperti Denpasar, Makasar, Kalimantan, Semarang, Bandung, Surabaya, Jakarta dan Purwokerto. Produksi paling banyak dipasok ke sejumlah kafe dan restaurant di wilayah Temanggung. Banyak pula kopi yang dibawa ke luar negeri, seperti Brazil dan Oman sebagai oleh-oleh.

Usaha ini dirintis Sarwadi sejak tahun 2016. Saat itu ia mengikuti pelatihan peningkatan mutu kopi di Omah Kebon Temanggung. Usai pelatihan, ia termotivasi untuk menjadi penggiat kopi. Sebelumnya Sarwadi memang bertani kopi sembari beternak kambing. Ia memiliki lahan kopi robusta, warisan keluarganya seluas satu Hektare berisi 3.000 pohon. Di pinggir lahan ditanami pohon aren. Waktu itu, hasil kopinya masih dikelola seadanya dan tidak sampai pengolahan paska panen.

“Saya juga belajar dan mengenal sistem panen yang benar dari Pak Mukidi (seorang penggiat kopi lain di Temanggung) dari petik sampai penyajian. Kemudian saya mulai proses, saya bawa kopi ke Pak Mukidi untuk dites. Dari situ saya tahu kopi Gemawang berkualitas,”kata Sarwadi.

Sarwadi juga menjadi juara dua uji cita rasa kopi kategori robusta pada tahun 2016 di Temanggung. Prestasi itu membuatnya makin termotivasi memulai bisnis kopi. Selama 1,5 tahun ia masih sambil belajar kopi pada Mukidi. Sarwadi juga mulai melakukan petik merah kopinya, dan mengolahnya secara manual karena belum memiliki peralatan. Hasil petikan kopi yang masih berupa ceri direndam dalam ember berisi air selama sekitar tiga jam. Kopi yang berkualitas buruk akan mengambang, lalu diambil dan dibuang. Hanya kopi yang terendam sempurna yang diproses lanjut karena berkualitas bagus. Kemudian kopi dia injak-injak dengan kaki untuk mengelupaskan kulit cerinya.

Saat proses itu berlangsung, para petani lain yang merupakan tetangganya kerap melihat dan mengamati perlakuan kopi pasca panen tersebut. Namun ketika Sarwadi mengajak mereka melakukan hal yang sama, langsung ditolak dan diabaikan. Tak jarang ada petani lain yang malah meremehkannya karena belum terlihat hasil menguntungkan. Para petani di desa itu memang terbiasa memberikan perlakuan asal-asalan pada kopinya, seperti dengan petik hijau dan langsung di jual, sehingga harga jualnya tetap rendah, yakni di kisaran Rp 20-22 ribu per kilogram biji kopi green bean.

Setelah berlangsung selama sekitar setahun, upaya Sarwadi tak kunjung membuahkan hasil maksimal. Ketika itu, Hana, isterinya sempat mengeluh dan menyarankan Sarwadi untuk kembali ke pola lama, yakni petik kopi dan langsung dijual, tanpa diolah sesuai SOP. Hal itu sempat membuat ciut hati Sarwadi, dan membuatnya meragu. Dengan berbagai pertimbangan, ia memutuskan setia pada impian mulianya, yakni ingin mengangkat kopi dari desanya agar lebih dikenal masyarakat luas, dan petani desanya lebih sejahtera. Impian mulia itu selanjutnya ia abadikan menjadi nama produksi kopinya ‘Karya Mulia’.

Sarwadi berinisiatif membeli alat pengupas kulit kopi dan mesin sangrai kopi berkapasitas 3 Kilogram. Produksi kopinya kemudian mulai dikenal dan dibeli orang. Lantaran permintaan kopi makin tinggi dan ia kekurangan bahan baku, ia mulai mengajak petani lain di desanya untuk menjadi partner pengolahan sesuai SOP. Sebab mayoritas warga desanya juga merupakan petani kopi robusta. Mulanya ia mengajak saudaranya, lalu petani lain. Ajakan tersebut tidak lagi ditolak karena usaha Sarwadi mulai menunjukan hasil.

“Mereka (para petani) sering kesini dan ngobrol kopi sekalian belajar. Kemudian kami membentuk KUB dan mengembangkan produk, yakni membuat gula semut dari gula aren yang dihasilkan pohon aren di sekitar tanaman kopi,” kenang Sarwadi.

KUB Karya Mulia menghasilkan produk unggulan robusta wine. Yakni kopi robusta yang difermentasi seperti halnya kopi wine. Kopi ini menghasilkan aroma kopi yang kuat dan cita rasa ‘winy’. Dengan produk andalan tersebut, kopi memiliki harga jual lebih tinggi dan cenderung stabil di harga Rp 35 ribu per kg biji kopi grean bean, dan Rp 50 ribu per kg roasted bean. Produk ini juga amat diterima di pasaran karena aroma dan cita rasanya yang cenderung berbeda.

Ia menjelaskan, jika kopi dipetik asalan, maka hasil jual 2,5 ton dari satu hektarr lahan hanya mendapat Rp 20-22 ribu per kg, dan kadar airnya susut 14 persen. Setelah diolah sendiri sesuai SOP, sekarang meningkat 50 persen. Harga jualnya menjadi Rp 30-35 ribu per kg green bean, dan kadar air susut 12 persen. Sekarang omzet yang didapat hanya berkisar Rp 3 juta sampai Rp 4 juta per bulan. Sekarang omzetnya dari penjualan kopi saja sudah mencapai Rp 5-10 juta per bulan.

“Sekarang 30 persen petani dari jumlah petani yang bergabung di kelompok-kelompok tani sudah mengubah perilaku pengolahan kopi,”katanya.

Pada 2018, kebetulan PT Astra International mencari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang sudah berjalan dan produknya diterima pasar. Astra kemudian mendukung dan membantu usaha KUB Karya Mulia dengan memberi dua alat sangrai kopi. Satu alat digunakan oleh KUB, dan satu alat lainnya diberikan pada desa untuk digunakan petani lain di desa itu.

Hingga saat ini kerjasama dengan Astra sudah berlangsung sekitar setahun. Kemitraan berkembang dengan membentuk desa itu menjadi ‘Kampung Berseri Astra’. Kampung ini akan menjadi rintisan lokasi wisata edukasi kopi. Dengan bantuan Astra, pengembangan usaha dari kopi juga dilakukan ke usaha gula aren, gula semut, dan sistem mina padi. Astra juga membeli beberapa produk KUB untuk dipasarkan di sejumlah unit usaha binaan Astra di kawasan Bandara, juga dipromosikan ke hotel-hotel.

“Sejak satu tahun terakhir juga sering ada kunjungan dari luar negeri. Kebanyakan mereka adalah turis yang dibawa kesini oleh rekan saya yang menjadi guide tour. Para turis itu belajar kopi dan mencicipi kopi disini, lalu membeli produk untuk dibawa sebagai oleh-oleh,” kata Sarwadi.

Ingin ada Lumbung Kopi

Ke depan, Sarwadi berencana ingin membuat lumbung kopi untuk menyimpan kopi dari petani satu desa. Ia mulai menyosialisasikannya pada 20 kelompok tani aktif di desanya. Tiap kelompok memiliki 15-20 orang anggota. Setelah ada lumbung, nantinya akan ada SOP yang sama untuk perlakuan paska panen, sehingga pasokannya berkualitas sama, sehingga kopi dari daerah ini akan terjual dengan harga lebih tinggi. Lumbung kopi juga diharapkan akan membuka lapangan kerja bagi warga desa. Dengan demikian kesejahteraan petani akan meningkat.

“Selama ini petani disini juga sudah ada kebiasaan menyimpan kopi sebagai stok di rumahnya kisaran 1-2 kuintal per panen lalu dijual ke saya. Kopi disimpan menggunakan plastik khusus, lalu dibungkus karung goni, sehingga aromanya tahan lebih dari satu tahun,” katanya.

Sejauh ini, para petani dari desa lain seperti Campur Sari dan Gedong Sari di Kecamatan Gemawang, juga Desa Jragan di Kecamatan Tlogomulyo kerap minta bapak dua anak ini mengajari kopi setiap musim panen pada Mei – Juli. Sarwadi memberikan pelatihan pada mereka secara gratis. (MC TMG/Penulis, Foto : Tosiani, Editor:Safi)

 

Berita Terkait