Hak Perempuan PRT pun Mesti Dilindungi

26 November 2019
ikp

SEMARANG – Pendidikan, kesehatan serta pengentasan kemiskinan merupakan beberapa faktor yang masih terus diperjuangkan dalam meraih perlindungan sosial bagi perempuan. Perlindungan sosial mestinya menjadi solusi atas permasalahan yang masih terus melibatkan perempuan, termasuk di antaranya bagi perempuan penyandang disabilitas dan perempuan pekerja.

“Fasilitas pendidikan yang belum memadai, masih banyak teman-teman disabilitas yang kesulitan untuk mendapatkan pendidikan yang layak, baik yang tunanetra, tunarungu maupun tunadaksa,” terang aktivis Himpunan Masyarakat Inklusi Kota Semarang (Himiks) Semarang, Irma, saat Diskusi Tematik III “Perempuan dan Perlindungan Sosial”, pada Kongres Perempuan Jawa Tengah Pertama di Ruang Nakula Hotel UTC Semarang, Selasa (26/11/2019).

Sama halnya dengan permasalahan pengentasan kemiskinan, Irma berharap pemerintah dapat lebih melibatkan teman-teman disabilitas agar mendapat dukungan untuk lebih mengembangkan diri, kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan tanpa diskriminasi, serta dilibatkan dalam proses-proses pengambilan keputusan terkait kebijakan.

Selain disabilitas, permasalahan perempuan kerap muncul pada perempuan pekerja. Nur Khasanah, peserta lainnya mengungkapkan, pekerja rumah tangga (PRT) merupakan pekerja, bukan sekadar pembantu. Sudah selayaknya ada regulasi atau kebijakan yang mengatur dan melindungi perempuan dari KDRT, standar gaji yang tak menentu, hingga gaji yang tak terbayarkan.

“PRT dari Jawa Tengah yang bekerja di luar kota, untuk jaminan kesehatannya saja tidak ada. Misalnya mereka sakit, mereka harus kasbon kepada majikannya untuk berobat. Nah, apakah yang seperti ini tidak bisa untuk dibantu mendapatkan jaminan kesehatan yang layak,” ungkapnya.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah Sukirman menyampaikan, kasus-kasus jangka pendek terkait perlindungan sosial perempuan harus segera ditangani bersama. Untuk itu pada kongres ini pihaknya mencoba mendorong penyelesaian kasus-kasus yang dihadapi perempuan tersebut.

“Kita inventarisasi sekarang, kasus jangka pendek terkait upah yang tak dibayarkan, pemotongan upah, dan lembur yang tidak dibayar, untuk coba kami bantu penyelesaiannya,” terangnya.

Sukirman berharap Kongres Perempuan kali ini dapat merekomendasikan hal-hal yang baik untuk kepentingan perempuan, termasuk meminimalisasi budaya patriarki. Sudah seharusnya ada pelibatan laki-laki dalam program pengarusutamaan gender, khususnya meminimalkan permasalahan rumah tangga.

“Segala kebutuhan rumah tangga adalah pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan. Itu adalah tugas bersama,” pungkasnya. (De/Ul, Diskominfo Jateng)

Skip to content