Belajar Wayang Harus Tahu Soal Rasa

  • 10 May
  • ikp
  • No Comments

SEMARANG – Teater Lingkar untuk ke-278 kalinya, menggelar Pagelaran Wayang Kulit Malam Jumat Kliwon dengan lakon “Gareng Petruk Takon Bapa” dan menghadirkan dalang Ki Seno Nugroho dari Yogyakarta serta menampilkan dalang remaja Adhimas dan Teguh Ryan di Gedung Pertemuan Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Jalan Sriwijaya, Kamis (9/5/2019) malam.

Sebelum dimulai, dialog mengupas lakon pun digelar di panggung dengan pembicara, Sekda Jateng Sri Puryono, pendiri Teater Lingkar, Suhartono Padmosoemarto atau yang akrab disapa Mas Ton, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Arif Tri Laksono serta dalang Ki Seno Nugroho.

Menurut Sekda, Pemprov Jateng akan selalu mendukung pemajuan kebudayaan. Apalagi, Jateng menjadi gudangnya seniman beragam jenis kesenian dan kebudayaan. Mulai dari wayang orang, ketoprak, dalang, sinden, karawitan hingga kegiatan rutin pentas wayang maupun Sinden Idol yang digelar Pemprov bersama UNNES dan KSBN.

“Budaya itu jadi ruhnya suatu bangsa. Kalau dilestarikan, akan terbentuk bangsa yang maju, toleran dan bisa menjembatani ketidaksesuaian yang terjadi di tengah masyarakat.  Apalagi pasca Pemilu, saya mengajak rangkulan lagi. Pemilu sudah ada yang mengurus. Jangan gegeran, sejukkan lagi suasana. Bersemangat kembali untuk bekerja. Siapapun yang terpilih harus diterima, demi maju dan berkembangnya bangsa,” kata Sri Puryono.

Seni, imbuh Sekda yang juga Ketua Umum KSBN itu, juga bisa sebagai pemersatu bangsa. Dari gamelan, yang berbeda suara maupun bentuknya, ketika tanpa irama, akan kacau, tetapi dengan nada, akan menciptakan suara yang bagus. Filosofinya, gamelan menjadi wujud Bhinneka Tunggal Ika.

Sementara itu menurut Ki Seno, pentas wayang dengan lakon Gareng Petruk Takon Bapa sebenarnya merupakan kisah lakon dalang jaman dahulu yang bersifat menghibur masyarakat. Apalagi, dengan kegelisahan masyarakat paska Pemilu, lakon itu mampu meredam suasana khususnya di Jateng.

“Saya mengemasnya agar juga didengar dan mudah dicerna kaum muda yang tentunya bosan dengan durasi wayang yang lama. Lewat youtube, saya mengemas potongan-potongan lakon agar jadi adegan hiburan, dan ternyata banyak yang suka. Tidak terlalu banyak berpikir, tetapi lebih pada menyegarkan pikiran,” jelasnya.

Gayung pun bersambut, selama ini, kata Mas Ton, Teater Lingkar konsisten mengajak generasi muda untuk bisa memainkan seni baik itu teater maupun wayang agar terbiasa dengan kegiatan budaya.

“Belajar wayang itu harus tahu soal rasa, perasaan. Makanya, kami mendorong pemerintah untuk turut meningkatkan kegiatan pelestarian seni tradisi. Misalnya dengan jambore kebudayaan. Jangan lomba, kalau lomba, yang kalah akan berkecil hati,” tandasnya. (Sy, Humas Jateng)

Berita Terkait