Portal Berita
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
USAHA BATIK KOTA MAGELANG MAKIN DIMINATI
- 12 Apr
- yandip prov jateng
- No Comments


MAGELANG – Industri batik di Kota Magelang selama beberapa waktu terakhir sempat mengalami pasang surut. Banyak perajin yang hilang dan timbul di tengah persaingan usaha ini.
Nama Iwing Sulistyawati menjadi salah satu yang cukup dikenal dalam dunia perbatikan Magelang. Terlebih, setelah inovasinya yang mampu mengembangkan batik tidak hanya berupa kain saja, namun juga berbagai bentuk mulai dari tas, blangkon, hingga berbagai aksesoris.
Tahun 2012, Iwing mengajukan proposal ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Magelang untuk program pelatihan dan bantuan alat-alat. Proposal pun disetujui dan ia mendapat pelatihan lagi beserta beragam alat membatik. Antara lain meja gambar, kompor, cap, canting, wajan, dan lainnya.
“Saya yakin membuka usaha sendiri. Apalagi, juga diberi bantuan beragam alat membatik. Awal pelan-pelan dulu sambil terus belajar,” tutur Iwing saat ditemui di workshop dan galerinya dalam kesempatan Blusukan UMKM bersama Bagian Humas Setda Kota Magelang, Selasa (10/4/2018).
Saat ini, Iwing menggunakan rumahnya di RT 1 RW 02 Kelurahan Wates, Kota Magelang sebagai workshop sekaligus galeri.
Sejak awal produksi, istri dari Eko Sulistyo itu sudah menghasilkan ratusan lembar kain batik dengan puluhan motif. Dari puluhan motif itu, ada sepuluh motif yang merupakan kreasinya sendiri.
Di antaranya kupat tahu, sejuta bunga, motif gladiool, bunga sepatu, bunga cempaka dengan tiga varian, daun suruh, dan lidah api. Lalu tiga motif terbaru berupa Magelang dan Glatik, Wates, dan Bengkok. Tiga motif di antaranya sudah ia patenkan, yakni kupat tahu, cempaka, dan sejuta bunga.
“Batik saya 90 persen memakai warna sintetis, sedangkan 10 persennya pewarna alam. Batik warna sintetis lebih laris dibanding pewarna alam, karena memang harga dari batik pewarna alam mahal. Tekniknya sendiri kebanyakan cap, sedangkan batik tulis sedikit,” jelasnya.
Ibu tiga anak itu menyebutkan, pasar batiknya mayoritas di wilayah Magelang dan sekitarnya. Tapi, ia juga sudah mendapat pelanggan tetap dari Tangerang dan Padang. Setiap bulan bisa mengirim 50 lembar ke Padang dan 250 lembar ke Tangerang.
“Alhamdulillan setiap hari kita selalu produksi. Meski belum ada pesanan, biasanya kita produksi untuk stok. Kalau ada pesanan, baru kita ngebut produksinya,” akunya yang menjual batiknya dari kisaran harga Rp 100 ribu sampai Rp 1 juta.
Dalam perkembangannya, Iwing juga membuat blangkon, tas, dompet, dan aneka aksesori berbahan batik.
Wakil Walikota Magelang, Windarti Agustina yang berkesempatan mengikuti Blusukan UMKM mengatakan, Pemkot Magelang terus mendorong supaya usaha batik bisa terus berkembang.
“Pemkot Magelang dalam rangka promosi sebenarnya sudah melakukan berbagai cara, termasuk memakai batik lokal Magelang, saat berkunjung ke luar daerah. Selain itu juga selalu mengikutsertakan perajin lokal di ajang expo di kota-kota lainnya,” kata Windarti.
Selain itu, Pemkot juga mewajibkan semua aparatur sipil negara (ASN) untuk mengenakan batik lokal tiap hari Kamis dan Jumat.
“Kebijakan ini makin diseriusi oleh Pak Wali (Walikota Magelang, Sigit Widyonindito) dengan membuat surat edaran lagi agar ASN mengenakan batik lokal setiap Kamis dan Jumat. Dan sekarang itu sudah berjalan maksimal,” paparnya.
Sementara itu, Kasubag Publikasi dan Pemberitaan Humas Setda Kota Magelang, Anggit Pamungkas mengatakan, pihaknya memiliki terobosan berupa program “Blusukan UMKM” dengan menggandeng pewarta dari berbagai media massa. Program yang diklaim baru dan visioner ini diharapkan mampu menggaungkan potensi UMKM di Kota Sejuta Bunga.
“Kota Magelang yang merupakan kota jasa ini, tidak hanya memiliki potensi dalam kuliner dan makanan khas. Lebih dari itu, ada ribuan perajin lain, seperti batik, aksesori, dan lainnya, menjadi pemanis baru di berbagai sektor, termasuk industri dan pariwisata,” ujar Anggit. (humaspemkotmagelang)