Asah Rasa, Latih Kepekaan

  • 30 Jan
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Gubernur Jawa Tengah berharap seluruh kabupaten dan kota di Jawa Tengah “ngunduh” kesenian tradisional daerah, termasuk wayang orang dan kethoprak. Jika 35 kabupaten/ kota dapat menggelar budaya adiluhung itu secara bergilir setiap bulan, seni budaya Jateng akan semakin berkembang dan lestari.

“Dalam setiap pertunjukan wayang orang atau kethoprak mengajak bupati, wali kota, DPRD, tokoh agama, tokoh masyarakat, aktivis, pelajar, mahasiswa, dan anak-anak semua terlibat, sehingga menjadi pertunjukan massal yang meriah dan luar biasa,” harap gubernur saat memberi sambutan pada peluncuran buku dan lomba baca sajak Piala Bambang Sadono, di Gedung Pasca Sarjana Unnes, Selasa (30/1).

Orang nomor satu di Jateng itu menyatakan masih harus lebih keras mendorong kabupaten dan kota mengunduh pertunjukkan tradisional, baik wayang orang maupun kethoprak di daerah masing-masing dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat sebagai pemainnya. Meskipun beberapa kabupaten sudah melakukan, namun belum mampu membuat kabupaten maupun kota lainnya kepincut dan menggelar pentunjukan wayang atau kethoprak.

Dalam kesempatan itu, Ganjar mengaku jika dia merupakan orang yang terinspirasi oleh karya dan kiprah Bambang Sadono, bahkan sejak mantan jurnalis itu duduk di DPRD. Menurutnya, Bambang Sadono telah mengingatkan tentang bagaimana melindungi, mendorong, dan mengembangkan seni budaya daerah.

“Saya sebenarnya mau main ketoprak dan wayang orang karena terinspirasi Pak Bambang Sadono. Saya tidak dapat menghafal naskah dialog, tidak bisa joget dan hanya bisa nekat. Dengan itu akhirnya orang-orang mengatakan bahwa saya suka main wayang dan ketoprak,” bebernya.

Gubernur mengapresiasi peluncuran buku berisi kumpulan sajak karya Bambang Sadono berjudul “Sumpah Setyaki”. Apalagi launching buku tersebut dirangkai dengan lomba membaca sajak yang diikuti 35 kabupaten dan kota. Kegiatan tersebut mengasah rasa agar semua lebih peka dan tidak pekok, kalau kita peka maka tidak pekok, tapi kalau kita pekok biasanya kurang peka.

“Menerbitkan dan menyebarkan ke masyarakat luas agar membaca, itu tradisi luar biasa dari Pak Bambang. Bahkan hingga saat ini tidak terhitung berapa buku yang pernah ditulis diterbitkannya,” katanya

Ganjar menjelaskan, berawal dari kampus, seorang tokoh masyarakat sekaligus politisi melahirkan sebuah karya yang dipersembahkan untuk masyarakat. Ini bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan menginspirasi banyak orang untuk melestarikan dan mengembangkan seni budaya yang menjadi ciri khas daerah.

“Berseni dengan membaca sajak, puisi, dan sebagainya. Mudah-mudahan semua menjadi orang yang peka dan menyampaikan perasaan dengan jujur,” ucapnya.

Sementara itu, Bambang Sadono menjelaskan, seluruh puisi atau sajak yang akan dibaca, diambil dari buku kumpulan puisi “Sumpah Setyaki”. Kompetisi tersebut dimulai dari 35 kabupaten dan kota di Jawa Tengah, dan berlangsung selama 11 bulan.

Lomba baca puisi bertajuk “Baca Sajak Piala Bambang Sadono” itu dibagi dua tahap. Tahap pertama seleksi tingkat kabupaten/ kota pada Februari-Desember 2018. Sedangkan tahap kedua, yaitu final tingkat Jateng yang akan diselenggarakan pada Januari 2019.

“Selama ini belum ada yang dinobatkan sebagai juara sejati se-Jateng. Maka siapapun peserta yang nanti menang, dia sah menyandang gelar juara se-Jateng dan mendapatkan hadiah Rp 10 juta. Bahkan supaya masyarakat tertarik dengan puisi, panitia juga menyediakan beragam hadiah menarik bagi penonton,” terangnya.

Bambang menambahkan, peserta kompetisi yang kali pertama diselenggarakan di Jateng ini adalah generasi muda dengan usia 15 – 25 tahun. Untuk setiap kabupaten/ kota diwakili tiga orang yang merupakan Juara I, II dan III, pada putaran final, sehingga ada 105 orang saat final di Kota Semarang pada 2019 mendatang.

Di sela peluncuran buku dan lomba baca sajak tingkat Jateng itu, Gubernur Ganjar dan Bambang Sadono saling bertukar buku karya masing-masing. Belum lama ini atau tepatnya Senin (29/1), gubernur me-launching novel biografinya berjudul “Anak Negeri’. Beberapa buku ketiga Ganjar Pranowo yang ditulis oleh Gatotkoco Suroso tersebut, kemudian dibagikan kepada Bambang Sadono, Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman MHum, serta sejumlah tamu undangan lainnya.

 

Penulis : Mn, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait