Operasi Pasar Turunkan Harga Beras

  • 23 Jan
  • bidang ikp
  • No Comments

Semarang – Operasi pasar yang gencar dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Bulog Divre Jateng, dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) berhasil menurunkan harga beras yang sempat melonjak.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah Hamid Ponco Wibowo menjelaskan, sebenarnya lima tahun terakhir beras cenderung mengalami deflasi. Namun, sejak Agustus 2017 beras mengalami inflasi.

“Selama lima tahun terakhir ini sebenarnya cenderung deflasi. Hanya pada bulan Agustus kemarin tiba-tiba menjadi inflasi. Dari pengamatan kami, dengan adanya operasi pasar ini inflasi komponen beras agak turun. Mudah-mudahan akhir Januari ini inflasi beras tidak begitu tinggi,”jelas wakil ketua TPID Jateng itu saat menjadi salah seorang narasumber pada dialog interaktif Gayeng Bareng Gubernur Jateng bertajuk “Stok Beras dan Cadangan Pangan Jateng” di Studio TVRI, Senin (22/1).

Di tengah inflasi tersebut, satgas pangan Jateng segera melakukan pengecekan langsung di gudang-gudang beras untuk memastikan ada atau tidaknya penimbunan. Dipimpin oleh Kombes Pol Drs Lukas Akbar, satgas pangan Jateng minggu lalu telah melakukan pengecekan di 246 gudang beras.

“Minggu kemarin kita cek gudang-gudang beras dari sekitar 246 gudang milik swasta maupun Bulog. Kita cek secara keseluruhan dan belum kita temukan adanya penimbunan. Kalau kita total jumlah gudang dari 246 (gudang) dikurangi yang punya Bulog, hanya ada sekitar 10 ribuan ton dari sekian banyak gudang,” terangnya.

Lukas menambahkan, timnya berhasil menggagalkan rencana pengiriman beras operasi pasar ke Banjarmasin yang dilakukan oleh oknum.

“Kemarin itu beras operasi pasar seharusnya dihadirkan oleh mitra di sasaran operasi pasar. Dia bawa ke Semarang, lalu akan dibawa ke luar pulau yaitu ke Banjarmasin. Kemarin kita semprit lalu mitranya kami serahkan ke Bulog, silakan ditindak sesuai ketentuan,” tambahnya.

Kepala Bulog Divre Jateng Djoni Nur Ashari menerangkan, ditinjau dari pasokannya, produksi beras di Jateng dalam kondisi surplus. Stok beras yang melimpah tidak hanya cukup untuk konsumsi masyarakat Jateng, namun juga akan dikirim ke beberapa provinsi yang defisit beras.

“Stok (beras) Jawa Tengah sangat aman. Pada tahun lalu kita mengirim ke luar Jawa 47 ribu ton. Jawa Tengah karena sebagai penyangga pangan juga memikirkan daerah lain yang defisit. Pada tahun ini hingga pertengahan bulan Januari, kita sudah diminta mengirim ke DKI Jakarta sepuluh ribu ton dan baru tadi siang kami diminta mengirim ke Medan dua ribu ton,” bebernya.

Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP membeberkan, pasokan beras melimpah karena dari 1.039.182 hektare lahan pertanian di Jateng, sebanyak 109.001 hektare lahan pertanian siap panen pada Januari ini.

“Kalau bulan Januari ini kita mulai panen kurang lebih 109.001 hektare. Kira-kira meningkat lagi pada bulan Februari nanti puncaknya 329.032 hektare dan Maret mulai agak turun 293.640 hektare. April masih ada panen kurang lebih 232.921 hektare. Jawa Tengah sendiri kira-kira kebutuhan berasnya 226 ribu ton,” beber Ganjar.

Senada dengan gubernur, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah Ir Yuni Astuti MM menjelaskan, jika luas lahan pertanian siap panen itu dikonversikan pada jumlah beras, pada Januari dari sekitar 109.001 hektare sawah dapat menghasilkan 370 ribu ton beras.

“Februari 1.159. 000 ton beras. Maret 1.046.000 ton beras. Itu kalau dimakan oleh masyarakat Jawa Tengah masih surplus. Historinya kemarin pada tahun 2017, sepanjang bulan sepanjang tahun kita surplus beras,” jelasnya.

Di tengah gencarnya operasi pasar, Gubernur Ganjar Pranowo sebagai host bertanya harga beli gabah kering panen (GKP) yang layak, kepada perwakilan petani Demak yang hadir pada dialog tersebut. Salah seorang petani asal Desa Karangrejo, Dempet, H Masykuri menuturkan, harga beli gabah oleh Bulog sebesar Rp 3.750. Sementara itu, harga beli gabah yang diharapkan petani berkisar Rp 5 ribu.

“Rasanya tidak adil kalau harga beras itu terlalu murah untuk petani. Kalau harga gabahnya Bulog Rp 3.750 (per kilogram). Kalau kita hitung per satu hektare, gabah kering panen itu dari tujuh ton tinggal  5,5 ton. Kalau itu kita uangkan sesuai harga Bulog, kita akan dapat Rp 20,6 juta. Padahal masa tanam hingga panen kita butuh empat bulan. Kalau kita kurangi ongkos tanam dan ongkos sewa lahan sebesar Rp 16 juta maka petani hanya untung Rp 4 juta. Maka harga gabah kering panen yang pantas paling tidak Rp 5.000,” harap Masykuri.

 

Penulis : Ar, Humas Jateng

Editor : Ul, Diskominfo Jateng

Foto : Humas Jateng

Berita Terkait