Rencanakan Berkeluarga, Jangan Cuma Sibuk “Pre-Wedding”

  • 13 Jul
  • bidang ikp
  • No Comments

KENDAL  – Penyiapan kehidupan berkeluarga mesti benar-benar dilakukan, sebelum memutuskan untuk menikah. Jangan sampai terjadi disharmoni keluarga, yang dapat memengaruhi pola asuh anak.
Hal itu disampaikan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, saat Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30 Tingkat Provinsi Jawa Tengah, di Pendapa Kabupaten Kendal, Kamis (13/7/2023).
Menurutnya, angka perceraian relatif meningkat sejak 2015. Pada 2021 sekitar 581 ribu kasus perceraian di Indonesia terjadi, angka yang lebih kurang sama juga terjadi di 2022. Menurutnya, kasus itu tidak hanya memengaruhi pasangan suami-istri, tapi juga merembet ke pola asuh anak, dan berpotensi menyebabkan stunting.
“Maka kami MoU dengan Kemenag untuk bimbingan menikah dilakukan tiga bulan sebelumnya. Dulu kan 10 hari, nah ini juga upaya mencegah stunting. Persiapkan keluarga, jangan cuma pre-wedding, tapi pre konsepsi kesiapan, kedewasaan,” sebut Hasto.
Ia mengatakan, sebanyak 80 persen perceraian karena istri yang meminta. Penyebabnya, karena faktor komunikasi yang tidak lancar, ekonomi, dan orang ketiga.
“Kita ingin persiapkan keluarga sejak sebelum berkeluarga. Maka keluarga berencana (KB) ini jangan dimaknai KB dalam arti kontrasepsi, tapi KB ya merencanakan keluarga,” tegasnya.
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen mengamini hal itu. Menurutnya, sejumlah langkah ditempuh guna mencegah terjadinya perceraian, di antaranya, gerakan Jo Kawin Bocah. Pola itu dinilai paling pas untuk mengomunikasikan perencanaan keluarga pada generasi muda.
“Kita mengolaborasikan budaya dan pendidikan agama, untuk pencegahan stunting dan pencegahan perceraian, dalam mewujudkan ketahanan keluarga. Alhamdulillah adik-adik kita di sekolah (gencar) berkampanye tentang Jo Kawin Bocah,” paparnya.
Oleh karena itu, Gus Yasin, sapaan wagub, mengajak warga bergotong royong menciptakan ketahanan keluarga. Seperti, melalui program desa ramah anak, desa Keluarga Berencana dan desa antikekerasan terhadap perempuan.
“Kita sudah punya pengalaman gotong royong menghadapi Covid-19, mari kita kerja sama untuk mewujudkannya,” ajak wagub.
Terkait penanganan stunting di Jawa Tengah, Gus Yasin yakin bisa menurunkan prevalensi tersebut sesuai target 14 persen (SSGI) pada 2024. Ia menyebut, hal ini hanya mungkin diwujudkan bila ada peran dari seluruh stakeholder, mulai pemerintah hingga pihak swasta.
“Penurunan stunting dan kemiskinan di Jateng di-support oleh seluruh stakeholder. Misal di Kendal, banyak swasta dan pemerintah andil dalam penurunan stunting dengan menjadi bapak asuh. Di Jateng, kami ada Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5NG), kita juga siapkan Jo Kawin Bocah, dan Perda terkait ketahanan keluarga di 2016,” sebutnya.
Ketua TP PKK Jateng Atikoh Ganjar Pranowo mengajak remaja di Jawa Tengah untuk terus belajar dan memperluas pertemanan. Menurutnya, hal itu juga mencegah perkawinan dini yang berimbas pada anak yang dihasilkan menjadi stunting.
“Ayo belajar, dari sisi apapun. Asah keterampilan dan selalu berteman, dengan itu ketika ada sesuatu ada tempat diskusi. Teman Genre tebarkan virus positif, jangan lupa Jo Kawin Bocah, kejarlah cita-citamu sebelum kejar baju pengantinmu,” urainya.
Sementara itu Bupati Kendal Dico Ganinduto mengatakan, sejumlah intervensi penurunan stunting telah dilakukan sejak 2021. Dengan pola pendataan yang benar, terjadi penurunan jumlah anak stunting cukup drastis.
“Pada 2022 menurun cukup signifikan dari 14 persen menjadi 11 persen, dan di 2023 bulan Februari sudah turun 10,9 persen, lebih rendah dari yang ditetapkan oleh pemerintah pusat,” urainya.
Ia mengatakan, langkah yang diambil di antaranya adalah dengan menggerakkan stakeholder pemerintah dan swasta menjadi bapak asuh. Selain itu, juga menggunakan aplikasi untuk memantau kasus tersebut secara berkala. (Pd/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait