Portal Berita
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Kelola Medsos Pemerintah Jangan dengan Hati
- 28 Jun
- ikp
- No Comments

MAGELANG – Pengelola media sosial, terutama milik pemerintah, menjadi garda terdepan penyampai informasi kepada masyarakat. Namun, seringkali mereka juga mendapat “serangan” dari warganet. Lantas bagaimana agar bisa menjadi admin medsos pemerintah yang baik?
Dalam Media Gathering Pengelola Media Sosial, di Omah Mbudur, Kabupaten Magelang, Selasa (28/6/2022), akademisi Stikubank Semarang sekaligus web developer, Dwi Budi Santoso membeberkan sejumlah tips, di hadapan pengelola medsos pemerintah se-eks Karesidenan Kedu.
Menurutnya, pengelola media sosial pemerintah, jangan bekerja menggunakan hati. Tapi, dengan standar operasional prosedur (SOP) yang jelas. Sebab, banyak pertanyaan dari warganet yang seringkali menyerang mental.
“Kalau garda terdepan, mendapat banyak pertanyaan yang kadang ke arah negatif, pasti akan dibawa sampai rumah sakit hatinya. Makanya, kalau saya sering katakan, pengelola medsos jangan bekerja dengan hati, tapi dengan SOP,” ungkap Dwi.
Ditambahkan, SOP pengelolaan medsos penting, sehingga tim bisa bekerja dalam batasan yang lebih jelas. Kendati begitu, dia menekankan agar admin media sosial mengoperasikan dengan berlandaskan pada tujuan. Yang pada akhirnya, membawa masyarakat untuk memahami konten atau pesan yang disampaikan.
Kreativitas, imbuh Dwi, menjadi penting dalam suatu konten. Dia menunjuk contoh, informasi dalam bentuk teks, akan menjadi lebih menarik jika dipadukan dengan elemen visual, seperti grafik, gambar, ilustrasi, atau tipografi.
“Ilustrasi mesti merangkum semua informasi penting. Dan pembaca lebih tertarik karena informasi visual lebih mudah diserap. Untuk itu, penting menguasai tools atau aplikasi grafis yang mudah digunakan, khususnya bagi admin pemula,” bebernya.
Hal senada juga disampaikan pengajar Sekolah Tinggi Multi Media/ MMTC Yogyakarta, Yolanda Presiana Desi. Menurutnya, humas sekarang tidak hanya humas. Tapi juga content producer, content creator, digital engagement, sekaligus digital monitoring.
Dia membeberkan, berdasarkan survei di masyarakat, medsos pemerintah dianggap menjadi yang paling mengganggu (annoying). Penyebabnya, gaya komunikasi dan bahasa yang cenderung formal dan membosankan, serta tujuan dan pesan komunikasi yang tidak jelas.
“Ini menjadi tantangan medsos pemerintah, bagaimana merancang strategi komunikasi yang jelas dan relevan untuk audiens sasaran. Selain itu, bagaimana membuat konten yang menarik dan mengoptimalkan audiens,” terang Yolanda.
Dia juga meminta pengelola medsos pemerintah tidak terbuai dengan banyaknya followers, centang biru, namun juga bagaimana caranya agar komunikasi tidak satu arah melainkan dua arah.
“Harus direfleksikan siapa audiensnya, di mana sebarannya, apa yang mereka butuhkan, apa tantangan dan masalah yang mereka hadapi dam bagaimana kita bisa membantu mereka, serta mengapa mereka harus peduli dengan kita,” beber Yolanda.
Untuk itu, katanya, dibutuhkan SOP dalam pengelolaan medsos, sehingga jelas petugas yang memantau medsos dan apa yang dilakukan. Apalagi dinamika di platform medsos tidak terduga, yang bisa terjadi akibat kesalahan admin dalam merespons komentar warganet.
“Perlu dirumuskan, siapa yang menjadi admin, bagaimana admin berinteraksi dengan followers, kapan mesti memberikan komentar, menggunakan bahasa gaul atau pemerintah, kalau ada kritik bagaimana meresponsnya, hingga apakah boleh lucu-lucuan,” tegas Yolanda.
Sementara itu, anggota Presidium Mafindo Farid Zamroni, kembali mengingatkan pentingnya menangkal hoaks, di tengah informasi yang bertebaran melalui internet. Dia pun memberikan ciri mengenali hoaks. Antara lain, sumber informasi tidak jelas, argumen kelihatan ilmiah tapi salah, tidak konsisten antara judul dan isi, judul bombastis, provokasi, isi menyembunyikan fakta, unsur cocokologi, pernyataan minta diviralkan, disebarkan.
“Biasanya di akhir itu ada pernyataan minta diviralkan, ajakan agar disebarkan dengan kalimat agar mendapat pahala 10 kali lipat, dan sebagainya,” terang Zamroni.
Untuk mengindari hoaks, tuturnya, masyarakat bisa menggunakan Google Reverse Image, Yandex.com, Tin Eye, Bing, situs pencari fakta
snopes, hoax-slayer,
https://whois.domaintools.com, about us. Selain itu, cek pada media yang kredibel (anggota Dewan Pers), gabung di Grup FB :
Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), install aplikasi Hoax Buster Tools, atau cek pada Kalimasada (WA Mafindo) atau chatbot 0859-2160-0500.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Tengah melalui Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik, Agung Hariyadi menyampaikan, medsos penting dalam mendiseminasikan informasi, mengingat 70 persen masyarakat merupakan pengguna medsos. Apalagi, banyak hoaks yang beredar.
Untuk itu, diperlukan cara agar pemerintah bisa menyampaikan informasi, khususnya pembangunan di Jawa Tengah, dengan cepat dan menarik.
“Karenanya, ini menjadi prioritas kita, agar pemerintah bisa menyesuaikan dengan perkembangan dan kondisi. Pengelola medsos mesti bisa membuat kemasan yang menarik, tidak sekadar seremoni, sehingga viewers bisa meningkat, dan pesan tersampaikan dengan baik,” tandas Agung. (Ul, Diskominfo Jateng)








