Tak Hanya Tilik Candi, di Borobudur Bisa Icip Rengginang hingga Sesap Madu Menoreh

  • 16 Nov
  • bidang ikp
  • No Comments

KABUPATEN MAGELANG – Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sudah tak asing lagi bagi pelancong dari seluruh dunia. Menapaki candi warisan Wangsa Syailendra karya arsitek Gunadharma tentu mengasyikan.
Namun tahukah kamu, melancong UMKM yang ada di kampung-kampung sekitar Borobudur juga mengasyikkan. Mulai dari menyesap khasiat madu Menoreh, menyeruput kopi luwak hingga menyicip rengginang nan umami.
Pengalaman melancong tak ‘mainstream’ ini dihadirkan oleh Diskominfo Jateng, saat menggelar Press Tour Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) dan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) se-Jateng, Rabu (16/11/2022). Sekitar 80 peserta ikut serta, mereka dibawa mengelilingi desa-desa di sekitar Borobudur menggunakan jip, lalu mampir ke UMKM di sekitar candi.
Pemberhentian pertama adalah Ashfa Madu Borobudur. Beralamat di Dusun Tanjungsari 03, 01Tanjungsari-Borobudur, usaha yang dirintis oleh Qozin ini telah melanglang buana hingga Vietnam. Yang menarik, lebah madu di sini makan sari bunga Kaliandra.
Staf Ashfa Madu Borobudur Aris Supriyanto menjelaskan, bunga dari pohon Kaliandra sangat banyak terdapat di Bukit Menoreh. Memanfaatkan hal itu, pihaknya lantas mengembangbiakkan lebah madu dan menggandeng masyarakat sekitar.
“Kalau kami memunyai sekitar 400 kotak lebah madu di lereng Menoreh. Di sana kebanyakan ada pohon Kaliandra yang berbunga setiap hari. Itulah asupan untuk lebah, yang kemudian menghasilkan madu berwarna kuning dan berenzim tinggi,” sebutnya.
Aris menyebut, madu Menoreh bisa menghasilkan 6-7 kuintal setiap bulan. Dengan produksi sebanyak ini, madunya banyak dipesan pelanggan. Untuk madu asli kemasan 250 mililiter dijual mulai harga Rp110 ribu.
“Bahkan di masa pandemi penjualan malah naik dari online. Sampai Papua, Jakarta, dan Sulawesi,” ujarnya.
Pemberhentian selanjutnya, peserta dibawa ke Pawon Luwak Coffee di Jalan Candi Pawon, Dusun Brojonalan, Borobudur. Kedai sekaligus tempat produksi kopi tersebut, mengkhususkan diri pada kopi luwak (telah dicerna hewan musang), yang dikenal memunyai rasa yang khas. Dengan uang Rp400 ribu, pelancong bisa meminang kopi arabika kemasan 100 gram.
Setelah menyesap madu dan menyeruput kopi, peserta dibawa menyicip rengginang. Penganan renyah dari beras ketan yang memunyai rasa gurih  _umami_.
Pembuat rengginang Borobudur, Bu Yatin alias Mutiyah mengatakan, produksinya dimulai pada 1996, di rumahnya Dusun 8, Wanurejo, Borobudur. Kala itu, produksinya baru mencapai enam kilogram beras ketan.
“Sampai akhirnya kami dipesan oleh seorang Tionghoa rengginang mentah jumlahnya 1,5 ton dikirim ke Jakarta. Dia yang pack saya yang buat. Pernah juga dikirim ke Jeddah jumlahnya pun segitu,” paparnya.
Murtiyah menjelaskan, ia memeroleh berkah dari banyaknya event yang diselenggarakan di Borobudur. Seperti Borobudur Marathon dan event lainnya.
“Kemarin habis maraton juga ada yang ke sini, tanya dan beli-beli. Kalau Sabtu-Minggu penuh pengunjung dari jam 8 pagi (pukul 08.00). Alhamdulillah,” pungkas Bu Yatin. (Pd/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait