Serangan Jantung Sehabis Olahraga, Ini Penyebab dan Cara Mengatasinya

  • 15 Mar
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Pernah mendengar ada orang meninggal mendadak saat atau setelah berolahraga? Ya, kasus tersebut masih saja dijumpai di masyarakat. Penyebabnya, kebanyakan serangan jantung.
Menyadari hal tersebut, Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Jawa Tengah mengadakan Rapat Kerja dengan tema “Sosialisasi Bantuan Hidup Dasar dalam Kehidupan Sehari-hari”, Rabu (15/3/2023).
Ketua DWP Jateng Indah Sumarno menyampaikan, bantuan hidup dasar sangatlah penting diketahui dan dipahami, sebagai suatu tindakan medik dalam mengatasi kedaruratan/ kegawatan jantung yang tak hanya dijalankan oleh setiap tenaga medik, paramedik. Namun, tidak menutup kemungkinan bisa dilakukan oleh setiap warga, dalam melakukan tindakan dasar untuk membantu orang lain.
“Sosialisasi bantuan hidup dasar sangat tepat diketahui dan dipahami, tak hanya tenaga kesehatan tapi juga masyarakat luas, sebagai referensi untuk membantu orang lain yang mengalami kegawatan jantung. Karena, banyak teman-teman kita yang mengalami serangan jantung mendadak, dalam posisi berolahraga,” ucapnya.
Indah berharap, melalui sosialisasi tersebut, setidaknya pengurus maupun anggota DWP yang hadir, dapat menguasai hal dasar yang dapat dilakukan dalam kondisi darurat, salah satunya penanganan pertama serangan jantung. Yang lebih penting lagi, bagaimana mencegah agar hal itu tidak terjadi.
Perawat dari RSUP Dr Kariadi Subiyanto menyampaikan, serangan jantung mendadak ketika berolahraga terjadi karena olahraga terlalu diforsir, di mana hormon adrenalin yang dilepaskan sangat cepat dan masuk ke pembuluh darah. Akibatnya, jantung akan terhenti karena darah tidak bisa didistribusikan.
Oleh karena itu, Subiyanto menyarankan agar berolahraga sesuai kemampuan diri. Terlebih untuk usia 50 tahun ke atas, yang dianjurkan berolahraga jogging dan menghindari olahraga yang berat.
Selain itu sebelum berolahraga, jangan lupa pemanasan untuk melepaskan hormon adrenalin, dan melakukan relaksasi agar tidak terjadi penyempitan pembuluh darah mendadak.
“Serangan jantung saat olahraga terjadi ketika olahraga terlalu diforsir,” imbuhnya.
Subiyanto mempraktikkan cara bagaimana melakukan pertolongan pertama yang dilakukan untuk orang-orang yang mengalami henti jantung, atau disebut Resusitasi Jantung Paru (RJP). Yaitu, pertama, 3A yaitu aman diri, aman pasien/ korban, dan aman lingkungan. Patikan situasi aman untuk korban, penolong, dan lingkungan. Telentangkan badan korban.
Kedua, periksa respon korban dengan memanggil dan menepuk bahu korban dengan gentle atau lembut. Ketiga, panggil bantuan dengan meminta tolong/ bantuan orang lain dengan melambai dan berteriak tolong, atau jika tidak ada orang, panggil ambulans 119.
Keempat, cek nadi leher atau pergelangan tangan dengan dua jari kurang dari 10 detik. Jika tidak ada detak nadi dan nafas, lakukan pijat jantung dengan memberikan 30 kali kompresi pada korban yang mengalami henti jantung dan henti nafas, diikuti dua kali bantuan nafas. Telentangkan korban  di atas permukaan yang keras dan datar, Penolong berlutut di samping kanan korban dan letakkan tumit telapak tangan pada pertengahan dada dengan telapak tangan di tumpuk dengan jari ditautkan (Posisi tangan pada lower half of sternum).
“Perbandingan antara kompresi dada dan bantuan nafas 30:2, Lakukan kompresi dengan kedalaman 5-6 cm ke dalam dada dengan kepatan 100 kali/menit, dan dilakukan selama 5 siklus,” terangnya.
Untuk membuka jalan nafas, imbuh Subiyanto, bisa dengan head tilt, chin lift atau jaw thrust, lalu memberi nafas buatan dengan menggunakan barrier mouth to mouth atau ambubag. Dia menambahkan, untuk memberi nafas buatan dari mulut ke mulut, pastikan korban dan penolong tidak mempunyai penyakit menular. Jika ragu, sebaiknya tidak memberikan pernafasan buatan lewat mulut.
Subiyanto menyampaikan, ilmu tentang bantuan hidup dasar ini sangat penting, mengingat serangan jantung susah ditebak kapan terjadinya, namun tanda-tandanya bisa diketahui. Apabila badan terasa tidak nyaman seperti pusing ataupun sesak, sebaiknya tidak diforsir untuk berolahraga ataupun melakukan aktivitas yang berat dan melelahkan.
Dia menyarankan agar rajin melakukan relaksasi dan positif thinking, agar hormon serotonin atau hormon bahagia, optimal meningkat.
“Sehingga kita terhindar dari stres, yang dapat memicu serangan jantung,” tandas Subiyanto. (Ic/Ul, Diskominfo Jateng)

Berita Terkait