Pemprov Jateng Terus Upayakan Tekan Jumlah ODGJ Terpasung

  • 09 Jun
  • bidang ikp
  • No Comments

SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berkomitmen menuntaskan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) lepas dari pasung. Sejak 2018 rerata sekitar 100 orang dibebaskan dari belenggu, dan mendapat perawatan medis maupun rehabilitasi sosial.

Subkoordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kesehatan Jiwa Dinkes Jateng Arfian Nevi menuturkan, jumlah ODGJ yang dipasung semakin menurun. Pihaknya bersinergi dengan Dinas Sosial, petugas kepolisian, TNI serta pemkab/pemkot, yang tergabung dalam Tim Penanggulangan Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPJKM), bahu membahu menuntaskan kasus tersebut.

“Dari data, sejak 2018 angka ODGJ yang dipasung semakin menurun. Pada 2018 jumlahnya 654 orang, 2019 jumlahnya 599 orang, 2020 ada kasus 515 orang, pada 2021 ada 410 orang. Kemudian pada 2022 ada kasus 385 orang, dan hingga triwulan pertama tahun 2023 ada 222 orang,” tuturnya dihubungi via telepon, Kamis (8/6/2023).

Ia mengatakan, setelah dibebaskan mereka tidak serta merta dikembalikan ke masyarakat. Para ODGJ lebih dulu mendapatkan perawatan medis di rumah sakit jiwa milik Pemprov Jateng, yakni RSJD dr Arif Zainuddin di Surakarta, RSJD Dr Amino Gondohutomo (Semarang), dan RSJD Dr RM Soedjarwadi (Klaten). Adapula  rumah sakit jiwa milik Kementerian Kesehatan yang terletak di Magelang, yaitu RSJ Prof Dr Soerojo.

Setelah kejiwaan mereka stabil, ODGJ kemudian ditempatkan pada panti milik Dinsos Jateng. Di sana, mereka mendapatkan pelatihan keterampilan, dan dipersiapkan kembali ke tengah masyarakat.

“Kalau tak dibekali bisa jadi akan kambuh. Di samping itu, kalau diperlakukan tidak baik oleh masyarakat, seperti diskriminasi, bisa kambuh. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu ambil peran dalam mendukung penyehatan ODGJ,” paparnya.

Terkait pembiayaan rehabilitasi medis, Arfian menjamin tidak ada pungutan. Asalkan, mereka terdaftar dalam layanan jaminan sosial kesehatan. Guna mengantisipasi pasien jiwa yang tidak memiliki identitas, Dinkes Jateng bekerja sama dengan Dinsos Jateng untuk memfasilitasi hal tersebut.

Ia menyebut, ada beberapa faktor yang menyebabkan penyelamatan ODGJ dari pasungan tak berhasil. Salah satunya, resistensi dari keluarga.

“Kita berusaha seoptimal mungkin, dari 200 orang itu bisa dilepaskan, tapi perlu waktu, belum bisa di tahun ini. Karena ada masalah lain terkait ODGJ, ada keluarga yang menolak anggota keluarga diambil. Kita juga tak mungkin memaksa ada yang tolak sama sekali, itu perlu kita pertimbangkan,” imbuhnya.

Guna mengoptimalkan program Jateng Bebas Pasung, Arfian menyebut telah membentuk Tim Penanggulangan Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPJKM). Tim terpadu itu, akan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, agar tidak ada lagi ODGJ terpasung.

“Harapannya paling tidak bisa mandiri. Walau tak bisa kembali seperti semula, tapi mandiri bisa urus diri sendiri. Itu perlu upaya keras, juga penderita ini harus terus mendapatkan pengobatan,” paparnya.

Arfian berpesan, jika menemukan keluarga dekat yang menunjukan tanda depresi atau distress, agar tidak menjauhinya. Justru yang harus dilakukan adalah membangun komunikasi sehat.

“Namun, jika sudah sakit (ODGJ) langsung ke puskesmas terdekat, atau lapor ke Babinsa, Bhabinkamtibmas, petugas TKSK,” pungkas Arfian. (Pd/Ul, Diskominfo Jateng)

 

Berita Terkait